Ramadhan datang sebentar lagi. Setiap orang Islam berbahagia dengan kedatangan bulan yang mulia ini. Di Tanah Sunda, kebahagiaan itu dirayakan oleh masyarakat dengan beragam tradisi. Bukan perayaan dalam arti berhura-hura, namun berbenah diri untuk lebih baik dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan.
Berbagai daerah di Jawa Barat, mulai dari priangan timur, tengah, hingga barat, punya tradisi yang hampir sama dalam menyambut Ramadhan. Di antaranya, makan bersama, pergi ke tempat wisata, dan ziarah kubur.
Namun, masing-masing daerah punya penamaan yang beragam dan karakter unik atas tradisi tersebut. Nama masing-masing tradisi juga tidak sembarangan, melainkan mengandung makna mendalam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini detikJabar merangkum tradisi masyarakat Sunda-Islam dalam menyambut bulan suci Ramadhan:
1. Nyepuh
Nyepuh diambil dari kata Nyipuh yang artinya membersihkan diri atau lebih tepatnya menempa supaya diri lebih bersih. Tradisi ini hidup di masyarakat Desa Ciomas, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis.
Mulanya, tradisi nyepuh dilakukan setiap pekan selama bulan Rewah atau Sya'ban. Kegiatannya dimulai dari membersihkan lingkungan seperti selokan dan halaman, lalu diakhiri pada pekan terakhir dengan membersihkan makam leluhur.
Pada sehari menjelang Ramadhan, warga akan datang ke kompleks pekuburan yang telah dibersihkan itu. Mereka membawa bahan masakan seperti daging ayam dan sapi. Lalu bahan itu dimasak dan setelah matang, semua berdoa bersama.
Yeni Wijayanti dan Ai Wulan dalam penelitian berjudul "Tradisi Nyepuh di Desa Ciomas Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis" yang dimuar Jurnal Artefak, Vol. 2 No. 1, Maret 2014 menyebutkan, selesai berdoa, mereka akan kembali ke rumah dengan membawa hasil masakan itu untuk disantap keesokan hari ketika sahur hari pertama bulan Ramadhan.
2. Misalin
Tradisi Misalin masih dipraktikkan oleh masyarakat du sekirar Situs Bojong Salawe, Kabupaten Ciamis. Situs tersebut merupakan petilasan Sang Hyang Cipta Permana Prabu di Galuh atau yang lebih dikenal dengan Situs Bojong Salawe.
Area situs ini secara administratif terletak di Dusun Tunggarahayu RT24/RW09 Desa Cimaragas, Kecamatan Cimaragas, Kabupaten Ciamis. Misalin adalah kata dalam bahasa Sunda yang terdiri atas dua suku kata. Yaitu Mi dan Salin. Mi menandakan sebuah pekerjaan dilakukan secara aktif. Salin berarti berganti. Misalin boleh dimaknai upaya untuk berganti dari kejelekan ke kebaikan.
Dalam tradisi Misalin, warga berbondong-bondong di pagi hari dengan bekal makanan yang disiapkan dalam wadah bernama pontrang. Sambil menikmati makanan itu, warga juga menikmati hiburan berbasis tradisi seperti pencak silat.
Namun, tradisi ini bukan tradisi yang sehari selesai. Ada rangkaian acara sebelumnya yang dilakukan di area situs. Yaitu, Ngadamar. Damar adalah lampu minyak. Ngadamar dalam hal ini, melakukan ritual di area situs pada malam hari sebelum esoknya diadaka Misalin. Dalam Ngadamar, warga berdoa bersama, mendoakan kebaikan untuk leluhur yang telah tiada. Acaranya tawassul yang dibuka dengan pembacan rajah bernuansa Islam.
3. Kuramasan
Kuramas berarti berkeramas. Tradisi ini hidup di hampir semua masyarakat Sunda di semua daerah di Jawa Barat. Yaitu, mandi sekujur tubuh sebagai persiapan bahwa esok akan puasa Ramadan.
Mandi Kuramasan lebih mirip adus atau mandi janabat. Namun, tradisi ini dilakukan uga oleh anak-anak yang mungkin belum mengenal janabat. Tradisi Kuramasan dilakukan oleh semua orang.
Dewi Ratna dalam studi berjudul "Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam Tradisi Misalin di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis" di Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Galuh Ciamis menyebutkan tradisi Kuramasan hidup juga di Cimaragas, berkelindan dengan tradisi Misalin.
"Diadakan juga acara kuramasan untuk anak-anak kecil atau pinggir sungai Citanduy (Parung Ayu). Kuramasan ini adalah upacara membersihkan diri untuk menyambut Ramadhan. Selain dari masyarakat Salawe, bahkan masyarakat lain pun biasanya melakukan kuramas sehari sebelum bulan Ramadhan atau lebih identik dengan adus. Supaya ketika menginjak bulan Ramadhan sudah kembali suci," tulis Dewi Ratna.
4. Munggahan
Munggah atau Unggah bermakna naik. Unggah biasanya dipakai untuk naik ke suatu level setingkat di atas yang sedang dipijak. Munggah lalu menjadi tradisi menyambut bulan Ramadan.
Kata Munggahan lebih populer di priangan tengah. Misalnya di Bandung Raya. Di mana masyarakat menghabiskan hari terakhir dengan makan bersama.
Tata Twin Prehatinia dan Widiati Isana dalam studi berjudul "Perkembangan Tradisi Keagamaan Munggahan Kota Bandung Jawa Barat Tahun 1990-2020" yang dimuat Jurnal Priangan, Volume 1 nomor 01, Juni 2022 merekam tradisi ini tumbuh di masyarakat Kota Bandung.
"Makna lain yang bisa dipelajari dalam proses tradisi Munggahan pada saat masyarakat melakukan kegiatan makan bersama dan berbagi dengan tetangga satu sama lain. Ada kebiasaan lain yang dapat diambil dari tradisi Munggahan perihal kebiasaan makan bersama adalah dengan menukar lauk yang dimiliki dengan milik tetangga yang lain,"
"Akan sangat disayangkan, jika msyarakat membuat menu makanan dalam jumlah yang banyak tetapi makanan tersebut akan hambur karena masih banyak yang tersisa. Lebih baik dalam tradisi Munggahan ini kita dapat saling memberi manfaat kepada sesama manusia dengan saling berbagi makanan yang dipunya," tulis Tata Twin Prehatinia dan Widiati Isana
5. Papajar
Tradisi Papajar atau berburu fajar tumbuh subur di priangan barat, di antaranya di Kabupaten Cianjur dan Sukabumi. Menurut pengalaman penulis pada rentang waktu 2015-2017, di Cianjur dan Sukabumi, masyarakat menyambut datangnya bulan Ramadhan dengan bepergian ke tempat wisata.
Tempat wisatanya tidak yang jauh-jauh lintas kabupaten, melainkan tempat wisata yang dekat dari rumah. Sebab, tujuan dari wisata tersebut adalah untuk makan bersama dan dilakukan tidak sepanjang hari.
Warga biasanya akan bepergian bersama keluarga, dua hari atau sehari menjelang puasa Ramadhan. Mereka membawa bekal berupa nasi lengkap dengan lauknya yang akan disantap bersama di tempat itu.
Selesai makan, keluarga akan menghabiskan waktu hingga siang hari untuk berengkerama dan mengawasi anak-anak kecil bermain. Hingga waktu dirasa cukup untuk kembali ke rumah. Dengan healing seperti itu, fisik dan batin betul-betul siap untuk beribadah sepanjang Ramadhan.
Adakah tradisi menyambut Ramadhan di tempat tinggal detikers yang unik juga?
(tey/tey)