Patung Kuda Kosong di Tugu Persimpangan Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur yang tiba-tiba hilang lantaran roboh sempat viral di media sosial.
Tiba-tiba hilangnya patung itupun menjadi perhatian masyarakat Cianjur, sebab tugu itu menjadi simbol atau representasi dari kesenian Kuda Kosong yang merupakan kesenian penuh makna dan sejarah di Kota Santri.
Kuda Kosong ini kerap muncul saat Helaran Budaya menyambut Hari Jadi Cianjur yang diperingati setiap 12 Juli. Kesenian ini juga yang kerap dinanti dan menjadi daya tarik utama dalam setiap kegiatan Helaran Budaya Cianjur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam penampilannya, kuda yang menjadi Kuda Kosong ini dihiasi dengan jubah hijau. Dalam iringan Kuda Kosong itu, biasanya juga disertai dengan pasukan berpakaian pengawal zaman kerajaan.
Selain itu terdapat juga tiga orang pengawal yang memegang kotak berisikan tiga butir biji cabai, tiga butir, beras, dan tiga butir pedes atau lada.
Budayawan sekaligus sejarawan Cianjur Luki Muharam menjelaskan, kebudayaan atau kesenian kuda kosong diambil dari peristiwa diplomasi Cianjur dengan Mataram.
Menurut dia, kala itu Cianjur yang merupakan pemerintahan yang baru berdiri diminta tunduk kepada Mataram. Namun bupati Cianjur saat itu, yakni Raden Wiratanu II mengirim utusan untuk menyampaikan pesan berupa tiga buah peti berisikan cabai, lada, dan beras.
"Diplomasi itu dilakukan secara simbolik Dimana beras mengartikan Cianjur merupakan daerah yang subur, lada menyimbolkan Cianjur merupakan daerah baru terbentuk, dan lada mengartikan meskipun masih baru Cianjur siap untuk memberikan pelawanan. Tapi karena kehebatan pemimpin pada masa itu, Mataram mengerti pesan yang disampaikan pemimpin Cianjur," ungkap Luki.
Takjub dengan cara diplomasi yang dilakukan Cianjur, Mataram pun akhirnya malah menjadikan Cianjur bukan sebagai negeri taklukan tapi sahabat. Bahkan Cianjur diberi hadiah, yang salah satunya kuda balap dengan perawakan tinggi besar.
Selama sebulan perjalanan dari Mataram ke Cianjur, kuda yang gagah itu tidak ditunggangi, sebab kuda itu dihadiahkan untuk sang Bupati Cianjur kedua.
Setibanya para utusan ke Cianjur, mereka disambut oleh dalem beserta jajarannya. Berbagai benda amanat dari Raja Mataram sudah di berikan pada dalem, kemudian kuda gagah hadiah Raja Mataram dibawa ke pendopo Cianjur.
Setelah peristiwa tersebut, tersiarlah pada seluruh rakyat Cianjur. Bahwa, Cianjur telah terbebas dari wajib upeti kepada Mataram, dan juga mendapatkan hadiah seekor Kuda besar yang gagah. Hal ini menyulut keingintahuan masyarakat cianjur pada sosok kuda pemberian Raja Mataram tersebut.
Dalem atau Bupati Cianjur membuat kebijakan untuk memamerkan kuda hadiah tersebut pada Masyarakat, setelah sebelumnya kuda tersebut di rias kemudian diarak mengitari jalan raya Cianjur.
Kesenian itupun dikenal dengan Kuda Kosong lantaran saat diarak kuda tersebut tidak ditunggangi seperti halnya ketika kuda itu dibawa dari Mataram ke Cianjur.
"Jadi dari sejarah awalnya tidak ditunggangi ktu karena Raden Arya Kidul dan Raden Arya Cikondang menghormati kakaknya, sehingga tidak berani menunggangi kuda itu dari Mataram ke Cianjur," ujar Luki.
Namun, lanjut dia, pada 1950-an, terjadi pergeseran makna, dimana kuda kosong diidentikan dengan hal mistis. Dimana kuda tersebut dianggap tidak benar-benar kosong.
Menurutnya dibuat cerita jika saat halaran atau arak-arakan kuda kosong, Rade Eyang Suryakencana sosok leluhur Cianjur dari bangsa gaib menaiki kuda tersebut.
Oleh karena itu, selain penasaran tentang sejarah, warga Cianjur berantusias melihat Kuda Kosong lantaran kisah mistis ini, ternyata erat kaitannya dengan sejarah awal berdirinya Cianjur.
Bahkan sebelum diarak, ada ritual yang harus dilakukan, mulai dari penyambutan oleh para pejabat daerah, penyiraman, hingga pengantaran lagi sosok Eyang Suryakancana.
"Jadi dulu itu harus ada ritual, para pejabat berjejer di Pendopo menyambut kuda kosong selayaknua menyambut pejabat, kemudian ada ritual penyiraman oleh Bupati Cianjur, kemudian setelah acara ada prosesi pengantaran Eyang Suryakencana pulang, dan itu harus dihadiri para pejabat dengan berjejer di pendopo," kata dia.
Ritual yang dianggap bertentangan dengan agama itupun membuat Kuda Kosong dilarang tampil pada tahun 1997.
Namun setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya budaya pawai kuda kosong pada tahun 2005 kembali diizinkan untuk ditampilkan.
"Beberapa tahun ditiadakan, kemudian diizinkan lagi dengan menghapus sejumlah ritual yang dianggap bertentangan," kata dia.
Baca juga: Daftar 118 Warisan Budaya Tak Benda di Jabar |
Menurutnya Kuda Kosong saat ini sebatas ditujukan sebagai tontonan atau pertunjukan budaya. Adapun masyarakat yang meyakini jika Kuda tersebut ditunggangi Raden Suryakencana masih banyak.
"Yang mempercayai adanya sosok yang menaiki kuda itu silakan, tapi perlu dipertegas jika Kuda Kosong sebagai pertunjukan budaya, tidak ada unsur mistis apapun. Juga sebagai pengingat sejarah Cianjur yang mendapatkan hadiah dari diplomasi yang begitu indah," pungkasnya.
(mso/mso)