Rumah 'Lumbung Padi' Tempat Lahirnya Musikus Jenius Tanah Sunda

Rumah 'Lumbung Padi' Tempat Lahirnya Musikus Jenius Tanah Sunda

Nur Azis - detikJabar
Minggu, 12 Nov 2023 07:30 WIB
Rumah Peninggalan Raden Machjar Angga Koesoemadinata, pencipta sistem notasi nada daminatilada di Sumedang.
Rumah Peninggalan Raden Machjar Angga Koesoemadinata, pencipta sistem notasi nada daminatilada di Sumedang. (Foto: Nur Azis/detikJabar)
Sumedang -

Sebuah rumah yang di belakangnya terdapat leuit (bangunan tempat menyimpan padi) berdiri di Jalan Raden Suyud, Lingkungan Citamiang, Kelurahan Kota Kulon, Sumedang Selatan. Sekilas tidak ada yang istimewa dari keberadaannya

Namun siapa sangka, di sana menyimpan catatan sejarah penting tentang tumbuh kembangnya seseorang yang kemudian dikenal sebagai musikolog Sunda. Bahkan kejeniusannya diakui oleh Etnomusikolog terkenal asal Belanda yakni Jaap Kunst.

Dialah Raden Machjar Angga Koesoemadinata. Pencipta sistem notasi nada Sunda Da-mi-na-ti-la-da yang lahir di Sumedang pada 1902 dan meninggal dunia di Bandung pada 1979.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Raden Mahjar merupakan putra dari pasangan Raden Haji Muhamad Ali yang berasal dari Sumedang dan Nyi Mas Uti, seorang perempuan keturunan Kudus.

"Ayahnya Raden Machjar adalah seorang ulama asal Sumedang yang berasal dari keturunan Dalem Istri Sumedang. Sementara ibunya itu keturunan Kudus," ungkap Prof. Dr. Raden Prajatna Koesoemadinata (87), anak kelima dari Raden Machjar saat berbincang dengan detikJabar melalui sambungan pesawat telepon belum lama ini.

ADVERTISEMENT

Prajatna membenarkan bahwa lingkungan di sekitar rumah yang di belakangnya terdapat leuit adalah tempat tumbuh kembangnya Raden Machjar.

"Sebetulnya tempat lahirnya itu di rumah yang di sebrangnya tapi bangunannya sudah berubah, kalau dulu bangunannya panggung dan sekarang sudah tidak ada, sudah diubah," tutur mantan Guru Besar Geologi dari ITB ini.

"Jadi rumah yang ada bangunan mirip lumbung padi itu adalah tempat saat Raden Machjar sudah menikah atau saat pak Machjar menjadi guru musik di Sumedang, tapi bangunan yang dulunya saat masih berbentuk panggung pun sekarang sudah tidak ada, kalau yang sekarang itu bangunan baru dan diwariskan kepada saya," ungkapnya menambahkan.

Raden Machjar mengenyam pendidikan dasar di sekolah rakyat Sumedang. Lalu kemudian melanjutkan ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Sumedang. Setelah itu ke Kweekschool atau sekolah guru di Bandung.

Keahlian Raden Machjar dalam dunia seni musik, selain dipengaruhi lingkungan sekolah juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggalnya.

"Jadi paman dari ayah saya bernama Mas Mumuh suka memainkan alat musik gamelan, nah dari dialah ayah saya pertama belajar gamelan, selain itu ayah saya pun sudah suka berkesenian seperti menyanyi, belajar nada-nada angka, belajar main gitar dan beberapa kesenian lainnya saat beliau duduk di sekolah HIS," terangnya.

Saat usianya menginjak sekitar 30 tahun, Raden Machjar bersama istrinya pindah ke Bandung. Di Bandung, ia terus aktif mendalami tentang musik.

Menurut Prajatna, Raden Machjar menciptakan sistem notasi nada Sunda saat dipercaya oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk mengajarkan musik Sunda.

"Raden Machjar diberi wewenang oleh pemerintah Belanda saat itu untuk mengajarkan lagu-lagu sunda tapi lewat cetak buku maka diciptakanlah da-mi-na-ti-la untuk menandingi do-re-mi-fa-sol, kalau do-re-mi-fa-sol untuk nada Barat, kalau nada Sunda untuk nada Sunda atau Pelog dan Salendro, Raden Machjar pun menuliskan buku tentang itu," paparnya.

Kepiawaian Raden Machjar dalam dunia seni karawitan dan seni suara telah menarik perhatian Pemerintah Belanda. Ia pun kemudian diperkenalkan dengan etnomusikolog asal Belanda yakni Jaap Kunts. Dari sana, pengetahuan musik Raden Machjar pun semakin bertambah. Begitu pun dengan pengetahuan musik Jaap Kunts.

Dari perkenalannya dengan Raden Machjar, Jaap Kunts berhasil menelurkan sebuah buku berjudul De toonkunst van Java.

"Buku itu artinya seni suara dari Jawa, disitu ia menuliskan bagaimana dia itu kerjasama dengan Pak machjar, saling mengajar, Pak Machjar belajar teori musik Barat, musikologinya. Sementara Jaap Kunts diajarkan mengenai musik Sunda, Karawitan Sunda," terang Prajatna.

Bukan hanya Jaap Kunts bahkan konon saat itu banyak juga orang asing lainnya yang tertarik untuk belajar seni karawitan atau musik Sunda saat Raden Machjar sudah tinggal di Bandung.

"Dari situ banyak juga murid-murid Jaap Kunst yang datang ke Bandung untuk belajar ke Raden Machjar," terangnya.

"Bahkan banyak orang - orang bule lainnya yang mengagumi hasil pekerjaan dari pak Machjar, karena mereka mempelajari da-mi-na-ti-la bukan dari segi musikolognya saja, tapi dari sisi fisikanya, matematikanya, jadi dari situ sistem nadanya dipelajari secara matematis juga," ungkapnya menambahkan.

Raden Machjar diketahui menikah dengan perempuan asal Majalengka bernama Saminah yang sebelumnya berprofesi sebagai guru di Salatiga. Lalu kemudian pindah menjadi guru di Sumedang.

Dari pernikahannya, mereka dikarunia 10 orang anak yang kini tiga orang di antaranya masih hidup yakni Prof. Dr. R. Prajatna Koesoemadinata (Mantan Guru Besar Geologi ITB), Prof. Dr. Roekmiati Tjokronegoro (Mantan Guru Besar kimia Unpad) dan Drs. Moehammad Sabar Koesoemadinata, MSP.

Rumah yang berada di Jalan Raden Suyud kini menjadi kenangan tentang sosok yang berjasa dalam dunia musik.

Di usianya yang telah lanjut, Prajatna masih memiliki impian untuk menjadikan rumah tersebut sebagaj museum kecil tentang dedikasi Raden Machjar.

"Semoga usia saya sampai, satu tahun dua tahun ke depan semoga rumah itu bisa menjadi museum tentang ayah saya, karena peninggalannya banyak yang telah saya kumpulkan," ucapnya.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads