Nganteuran, sebuah tradisi yang mungkin saat ini sudah mulai jarang ditemukan khususnya di lingkungan masyarakat perkotaan. Namun, bagi masyarakat di perkampungan nganteuran adalah salah satu bentuk lain rasa syukur akan indahnya bertetangga.
Nganteuran, sebuah tradisi yang perlahan mulai sirna ditelan perkembangan zaman. Dalam bahasa Indonesia nganteuran memiliki arti mengantarkan, sebuah tradisi yang menjaga keharmonisan bertetangga.
"Biasanya malam Lebaran atau siang sehari sebelum sibuk masak banyak rupa-rupa makanan lalu dikemas dalam rantang, biasanya masak itu sambil membayangkan makanan ini disantap oleh tetangga," kata Mak Erom (64), warga Kampung Kadubengkung, Desa Ridogalih, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Selasa (18/4/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walau makanan khas Lebaran yang dimasak itu sama atau bertukar makanan yang jenisnya sama, namun ada makna yang terkandung di dalamnya. Konon ada rasa kasih dan cinta yang merubah citarasanya menjadi berbeda, itulah yang kemudian menjadi ciri khas tradisi nganteuran. Makanan kemudian dikemas dalam rantang bertingkat.
"Masakannya misalnya sama, opor ayam, ketupat, kentang terus bertukar. Tetap saja rasanya beda, rahasianya di bumbu dan cara memasak, karena pasti yang bertukar makanan ini punya resep sendiri. Selain bumbu pada masakan, juga rasa syukur memiliki tetangga, itu rahasianya kenapa berbeda," tuturnya.
Ada alasan kenapa rasa bertetangga begitu tinggi di kampung tersebut, Mak Erom kemudian berkisah usia kampungnya sudah lebih dari 150 tahun. Dahulu hanya ada 4 rumah di kampung tersebut, sesepuh pertama menemukan sebuah mata air di bawah pohon kadu (durian) namun berbentuk bengkung (bengkok).
"Akhirnya dinamai Kampung Kadubengkung, dulu ada empat rumah tidak ada tetangga. Sampai kemudian saat berladang dan sawah, makin banyak orang yang datang sampai akhirnya rumah makin banyak, kampung makin ramai. Karena itulah kemudian muncul tradisi nganteuran yang memang sudah turun temurun dilakukan, bentuk keharmonisan bertetangga," kisah Mak Erom menceritakan versi nganteuran di kampungnya.
Selain tradisi nganteuran, ada juga tradisi nyambungan yang biasa dilakukan ketika ada tetangga hajatan. Nganteuran sendiri lebih banyak dilakukan ketika momen hari raya, menjelang puasa dan perayaan besar Islam lainnya.
(sya/mso)