Minggu pagi yang mendung, di penghujung Desember 2022. Sebenarnya, hari yang biasa saja bagi Umar, pria paruh baya yang mengemban tugas menjaga Kampung Adat Pulo, dan Candi Cangkuang. Dua tempat keramat, yang ada di Kecamatan Leles, Kabupaten Garut.
Umar dilahirkan dari pasangan warga adat Kampung Pulo. Sejak lahir, dirinya sudah dijejali pengetahuan mengenai kampungnya sendiri, serta sang leluhur, Arif Muhammad. Menjadi warga adat Kampung Pulo, adalah sebuah kebanggaan. Dan diberikan mandat menjadi Juru Pelihara, adalah wujud rasa cintanya kepada kampung halaman.
Seperti biasanya, setelah terbangun dari tidur, Umar langsung bersiap untuk merawat beberapa situs bersejarah yang ada di sana. Mulai dari pelataran perkampungan adat Pulo, sampai ke bangunan Candi Cangkuang, peninggalan umat Hindu yang bersejarah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Tak terkecuali, sebuah makam keramat yang ada di sebelahnya. Makam itu, adalah tempat bersemayamnya jasad Arif Muhammad. Sama dengan masyarakat adat Kampung Pulo yang lain, bagi Umar, Arif Muhammad memiliki makna yang sangat berarti. Arif Muhammad adalah leluhur yang sangat dihormati.
Dalam sebuah perbincangan dengan detikJabar, Umar banyak bercerita mengenai sosok tersebut. Yang diketahuinya, Arif Muhammad adalah seorang panglima perang dari kerajaan Mataram.
"Beliau dulunya adalah panglima perang kerajaan Mataram, waktu Sultan Agung. Jadi Arif Muhammad ini disuruh menyerahkan tanah VoC kepada Batavia, beliau itu gagal. Pulang ke kerajaan, takutnya ada sanksi, akhirnya beliau singgah di pulau panjang ini," kata Umar.
Sebelum Arif Muhammad singgah, masyarakat di kawasan Kampung Pulo ini merupakan penganut agama Hindu. Kemudian, saat kedatangannya, Arif kemudian memiliki misi untuk menyebarkan agama Islam. Yang unik dari cara penyebaran agama Islam yang dilakukan Arif Muhammad, kata Umar, adalah dengan toleransi.
"Arif Muhammad mengislamkan di sini, secara bertahap. Tradisi dan budaya Hindu sama beliau enggak dibuang. Seperti sesaji, kemenyan, itu dibiarkan untuk dipakai," katanya.
Bukti jika Arif Muhammad benar-benar ada dan menyebarkan agama Islam di Kampung Pulo dan sekitarnya, adalah dengan ditemukannya beberapa naskah kuno. Naskah-naskah tersebut ditemukan, beriringan dengan ditemukannya Candi Cangkuang pada tahun 1966.
"Ada naskah kuno ceramah idul fitri, idul adha serta Al-Quran 30 juz. Itu semua ditemukan di area komplek rumah adat Kampung Pulo," kata Umar.
Perwujudan toleransi lainnya yang paling menonjol, adalah dengan ditemukannya makam Arif Muhammad yang bersebelahan dengan Candi Cangkuang, yang notabene peninggalan agama Hindu. Makam Arif Muhammad itu, terletak di sisi kiri bangunan candi, dan masih terjaga hingga kini.
"Mungkin karena kebetulan saja, waktu ditemukannya, ada di situ," ungkap Umar.
![]() |
Arif Muhammad, memiliki 7 keturunan. Yakni 6 anak perempuan, dan satu anak lelaki. Hal tersebut, disimbolkan dengan adanya 6 bangunan rumah dan sebuah mushola di Kampung Pulo, yang hingga saat ini masih eksis dan tak pernah berubah.
Larangan di Kampung Pulo
Salah satu aturan peninggalan Arif Muhammad yang paling terkenal di Kampung Pulo, adalah larangan menabuh gong berukuran besar. Umar mengisahkan, hal tersebut berkaitan dengan prosesi sunatan anak lelaki Arif Muhammad.
"Jadi, dikisahkan putra dari Embah Dalem Arif Muhammad ini hendak disunat. Sebelumnya, anak diarak menggunakan jampana, diiringi dengan musik dari tabuhan gong besar dari perunggu. Tapi, saat itu terjadi malapetaka angin besar, sehingga anak Arif Muhammad terjatuh dan meninggal dunia. Sejak saat itu, kemudian diberlakukan larangan tersebut, agar tidak terulang kembali kejadiannya," ucap Umar.
![]() |
Terlepas dari beragam mitos dan larangannya, namun Arif Muhammad dikenal sebagai leluhur yang penuh makna akan toleransi. Bahkan, kata Umar, batu nisan di makam Arif Muhammad sengaja dibuat merunduk untuk menggambarkan pepatah ilmu padi.
"Iya, kalau dilihat lebih teliti, batu nisannya itu merunduk. Itu menggambarkan ilmu padi," pungkas Umar.
(orb/yum)