Gereja Sidang Kristus yang berada di Jalan Mesjid, Kelurahan Gunungparang, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi merupakan gereja tertua di Kota Sukabumi. Gereja Protestan (Protestansche Kerk) ini dibangun pada tahun 1911.
Arsitektur pada gereja ini sangat menarik dengan gaya katedral. Dulunya, gereja ini bernama Gereja Protestan yang kemudian diubah menjadi Gereja Sidang Kristus.
Gereja ini juga satu-satunya gereja di Sukabumi yang memiliki lonceng. Uniknya, lonceng tersebut dipasang pada tahun 1914 oleh produsen yang sama dengan lonceng yang ada di Katedral Notre Dame Paris yang ada di Prancis, tepatnya diproduksi oleh perusahaan Klokkengieterij Eijsbouts asal Asten, Belanda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gereja Sidang Kristus awalnya disebut gereja Protestan atau Protestansche Kerk. Konon gereja ini dibangun tahun 1911 atas bantuan dermawan Tuan Lenne pebisnis yang juga memiliki hotel aset Hotel Selabintana," kata Ketua Yayasan Dapuran Kipahare Irman Firmansyah saat dihubungi detikJabar, Sabtu (24/12/2022).
"Saat merdeka baru diambil alih jadi Sidang Kristus karena informasinya mulai tahun 1946-an baru disebut Sidang Kristoes," sambungnya.
Selain memiliki lonceng yang kaya akan sejarah, gereja itu juga ternyata memiliki Jam Menara yang lebih tua dari Jam Gadang, ikon Kota Bukittinggi, Sumatera Barat.
"Jam sejenis hanya ada dua di Indonesia yaitu Sukabumi dan Bukittinggi," ujarnya.
Di dalam jam tersebut terdapat angka empat romawi, namun berbeda dari tulisan romawi biasanya. Angka empat dalam jam itu tertulis IIII bukan IV.
"Konon memang angka IIII adalah angka empat romawi sebelum diubah ke 'IV' karena angka IV adalah singkatan dari dewa Romawi, Jupiter, yang ditulis IVPPITER. Hal ini menyebabkan raja Louis tidak suka dan meminta untuk mengubah (tulisan angka empat romawi)," sambungnya.
Sempat Jadi Gudang Senjata Jepang
Irman mengatakan, pada masa itu, selain digunakan untuk tempat beribadah, gereja ini juga digunakan sebagai tempat pertemuan zending Kristen serta pernikahan jemaat.
Kemudian, pada masa pemerintahan Jepang, gereja ini juga diduga sempat menjadi gudang senjata. Hal itu berkaitan erat karena lokasinya yang berdekatan dengan markas Kempetai.
"Pada masa Jepang gereja ini sempat dijadikan Gudang. Kalau dari lokasi tidak jauh dengan markas Kempetai, boleh jadi Jepang menggunakan (gereja itu) sebagai gudang senjata, mengingat Lapang Merdeka saat itu sering dipakai latihan tentara, Gedung Juang juga jadi tempat pertemuan tentara," jelasnya.
Beruntung, gereja itu dapat dipertahankan pasca proklamasi. Saat itu, jemaat Tionghoa mengaktifkan kembali fungsi Gereja Sidang Kristus sebagai tempat beribadah.
"Kemudian dijadikan Gereja Protestan Tionghoa, (Chinese Protestant Kerk) yang disebut Cih Tuh Ciao Hui. Nama Tionghoa ini sempat terukir pada dinding Menara, yang sekarang sudah dicat putih semua," ungkapnya.
Irman mengatakan, sejak diaktifkan kembali sebagai tempat beribadah, bangunan ini selamat dari aksi bumi hangus yang dilakukan oleh pejuang saat Tentara Belanda melakukan agresi pertama ke Sukabumi tahun 1947.
"Sejak itu gereja ini dikelola oleh ordo kristus dengan badan hukum Yayasan Gereja Sidang Kristus," ucap dia.
Kejadian Bom di Malam Kudus
Masa kelam hari Natal sempat terjadi di Sukabumi. Dua hari menjelang Lebaran 1421 Hijriyah, bom meledak serentak di sejumlah gereja di Indonesia.
Saat itu bersamaan dengan Misa Natal pada Minggu, 24 Desember 2000, tepat hari ini 22 tahun lalu. Di Sukabumi, bom meledak di Gereja Pantekosta Sidang Kristus.
"Itu kan efek peristiwa poso. Jadi serentak di beberapa gereja zaman teroris Dulmatin Patek, Imam Samudera dan lain-lain," kata Irman.
Beruntung dalam peristiwa saat itu, tak ada korban jiwa yang dilaporkan. Pantauan detikJabar di lokasi, gereja tersebut berdiri kokoh menghadap Masjid Agung Kota Sukabumi yang kini menjadi simbol toleransi bergama.
(tey/tey)