Nama Asep dan nama khas Sunda lainnya mulai ditinggalkan oleh para orang tua. Anak-anak sekarang sudah jarang lagi diberi nama yang khas macam Ujang, Mamat hingga Eneng dan Euis untuk anak perempuan.
Guru Besar Fakultas MIPA Unpad Prof Atje Setiawan Abdullah menyatakan untuk bisa mempertahankan identitas khas Sunda yang salah satunya melalui penamaan, harus ada upaya intervensi yang dilakukan pemerintah daerah. Salah satunya bisa dengan mengeluarkan perda agar memberikan nama-nama anaknya dengan nama khas kedaerahan.
Itu diungkapkan Prof Atje saat wawancara virtual bersama detikJabar, belum lama ini. Dalam wawancara tersebut, Prof Atje turut mempresentasikan penelitiannya yang bertajuk Etnoinformatika dengan meneliti nama-nama khas Sunda di wilayah Kabupaten Sumedang, Bandung Barat dan Kabupaten Bandung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi rekomendasi penelitian saya itu pertama memberikan wawasan kepada generasi muda untuk melestarikan budaya, kedua rekomendasi untuk pemerintah agar ikut terlibat dalam pelestarian budaya ini," kata Prof Atje.
Prof Atje mengatakan, saat persentase di hadapan Bupati Bandung saat itu Dadang Nasser, pihaknya juga sempat membeberkan nama-nama khas Sunda yang mulai pudar di kalangan warga Kabupaten Bandung. Kala itu ucap Atje, Dadang Nasser tertarik dan meminta Unpad untuk membuatkan konsideran untuk acuan Pemkab Bandung membuat regulasi mengenai penamaan seseorang.
"Waktu itu pernah persentase ke Bupati Bandung sebelum yang ini, itu tertarik sekali. Katanya sok atuh mana konsiderannya, mau saya bikin perdanya. Supaya mereka bisa mengatur warga di Kabupaten Bandung kalau ngasih nama ada nama sundanya. Itu sampai ada wacana ke sana, dan itu memang tujuan penelitian saya," tuturnya.
Tak hanya Pemkab Bandung, Prof Atje juga pernah mempresentasekan penelitian ini ke Ridwan Kamil setelah menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat. Namun saat itu, Atje mengaku RK tidak terlalu menanggapi wacana dibentuknya perda yang mengatur tentang penamaan seseorang.
"Bukan hanya ke Kabupaten Bandung, ke gubernur juga sudah pernah ngomong, ke Pak Ridwan Kamil waktu itu. Jadi supaya ada wacana untuk memunculkan perda. Cuma ya tanggapannya belum serius. Waktu itu saya bilang perubahan budaya itu akan mengikis budaya-budaya khas Sunda, salah satunya soal penamaan ini," paparnya.
Prof Atje menyatakan, tujuan diadakannya penelitian ini karena civitas akademik Unpad punya sembonyaan nyaah ka (sayang ke) Jawa Barat. Sehingga, walaupun ia bukan berlatarbelakang guru besar di bidang kebudayaan, ia juga bisa punya sumbangsih menjaga kebudayaan Sunda tetap dilestarikan.
"Jadi Unpad itu punya semboyan nyaah ka Jabar. Walaupun saya bukan dari Fakultas Ilmu Budaya, tapi kontribusi kita sebagai orang komputer mewujudkan Unpad nyaah ka Jabar ini. Dan bagi saya, mencoba penelitian ini yang paling mudah. Tapi yang terpenting, ini sebagai bentuk kepedulian kita sebagai orang asli Sunda untuk bersama-sama menjaga budaya Sunda," tuturnya.
Di akhir penelitiannya, Prof Atje turut menyampaikan kesimpulan jika nama-nama Sunda akan menghilang dalam waktu 100 tahun ke depan. Nama-nama Sunda ini nantinya akan digantikan dengan nama yang berasal dari serapan Arab atau Eropa, yang ujungnya semua nama orang Indonesia akan terlihat seragam.
"Kesimpulan akhir penelitian saya itu, bahwa ke depan100 tahun lagi nama orang akan sama seluruh Indonesia. Yang membedakan mungkin seperti marga dari orang tuanya. Tapi nama-nama khas Sunda, itu akan hilang," ujarnya.
(ral/mso)