Mengenal Tradisi Seren Taun dari Kampung Adat Ciptagelar

Mengenal Tradisi Seren Taun dari Kampung Adat Ciptagelar

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Sabtu, 27 Agu 2022 08:30 WIB
Kampung Adat Ciptagelar
Kampung adat Ciptagelar (Foto: Ahmad Masaul Khoiri/detikcom)
Bandung -

Tradisi Seren Taun adalah bagian dari mempertahankan tradisi turun temurun yang dilakukan komunitas masyarakat di Kampung Adat. Saat ini tradisi tersebut masih terjaga beberapa diantaranya di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.

Secara umum dikutip dari situs kebudayaan.kemdikbud.go.id (https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/seren-taun-kasupuhan-banten-kidul-kabupaten-sukabumi/) Seren Taun adalah sebuah upacara adat yang dilakukan setelah panen padi. Upacara ini dilakukan tiap tahun secara rutin dan diikuti seluruh warga desa mulai dari anak-anak sampai orang dewasa semuanya ikut ambil bagian dalam upacara ini. Upacara adat ini berlangsung semarak di desa-desa adat Sunda.

Komunitas masyarakat yang masih tetap menjalankan tradisi Seren Taun ini. Di Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi yang masih menjalankan tradisi ini yakni di Desa Sirna Resmi. Di desa ini ada tiga komunitas masyarakat yang terbentuk pada kasepuhan. Tiga Kasepuhan tersebut adalah Ciptagelar, Sinaresmi dan Ciptamulya. Upacara Seren Tahun bagi masyarakat di sini menjadi sebuah hajatan kampung karena hampir semua warga di desa ini terlibat dan merayakan tradisi yang sudah berlangsung secara turun temurun ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masih dari website tersebut, istilah Seren Taun berasal dari kata Seren dan Tahun. Dalam bahasa Sunda, Seren berarti menyerahkan. Sedangkan kata Taun artinya Tahun. Dengan kata lain, Seren Taun merupakan prosesi serah terima dari panen tahun lalu untuk tahun mendatang.

Awal tahun ini, tim detikJabar sempat melakukan wawancara dengan Abah Ugi Sugriana Rakasiwi, Ketua Adat Kasepuhan Ciptagelar. Secara mendalam, Abah Ugi menceritakan soal prosesi Seren Taun tersebut.

ADVERTISEMENT

Seperti kampung adat lainnya, di Ciptagelar secara turun menurun mengajarkan bagaimana kehidupan manusia bisa hidup selaras dengan alam. Tidak aneh meskipun warganya terlihat sederhana, sebenarnya mereka hidup berkecukupan. Hal itu tidak lepas dari bagaimana mereka memperlakukan padi sebagai bahan pokok dengan cara yang luar biasa.

"Untuk di Kasepuhan Ciptagelar kebetulan Abah sebagai pimpinan sekarang, itu tercatat itu dari tahun 1368 itu dari keturunan pertama yang ada di Cipatat Bogor, dari Cipatat Bogor pindah ke Lebak Larang ke Lebak Binong ke Tegal Lumbu ke Pasir Jengjing terus ke Bojong Cisono terus pindah lagi ayah Abah terus dilanjutkan oleh ayah Abah, generasi turun temurun dari zaman dulu sampai saat ini kita warisi dari leluhur itu untuk melestarikan nilai-nilai budaya salah satunya menanam padi," kata Abah Ugi Sugriana Rakasiwi, Ketua Adat Kasepuhan Ciptagelar, Jumat (14/1).

Abah Ugi merupakan generasi ke 10, ia mewarisi status ketua dari almarhum ayahnya Abah Encup Sucipta atau dikenal dengan nama Abah Anom. Abah Ugi menjabat sebagai Ketua Adat di Kasepuhan Adat Ciptagelar sejak tahun 2007.

"Dan adat istiadat menanam padi dari leluhur sampai hari ini tetap kita lestarikan dan mungkin diregenerasikan ke keturunan Abah berikutnya Mungkin karena itu satu tradisi turun temurun di budaya menanam padi itu kita harus menggunakan secara tradisional dari zaman dulu sampai sekarang," ungkapnya.

"Dari mulai kita menanam padi, terus panen padi sampai ada selamatan 1 tahun sekali atau seren tahun semacam tahun baru menjadi batas dari tahun ke tahun. Karena kita menanam padi itu cukup satu tahun satu kali saja terus hasilnya itu disimpan di lumbung padi untuk bekal kehidupan sehari-hari enggak boleh dijualbelikan, jadi ya dari zaman dulu sampai sekarang tetap kebiasaan itu diregenerasikan dari turunan keturunan terus terusan," sambungnya menjelaskan.

Ada prosesi tersendiri yang yang secara turun temurun, yakni pertanda rasi bintang yang dikenal oleh warga kampung adat dengan sebutan Sindang dan Kerti.

"Penanamannya kita ada pola tersendiri itu turun temurun dari zaman dulu, untuk menanam padi itu enggak sembarangan waktu misalkan kita besok harus nanam tidak begitu. Namun bisa nanam padi atau enggak kita ada patokan ada bintang, ada dua rasi bintang ada kidang sama kerti. Kidang udah tepat di atas kepala kita, kalau lihat tengah malam itu lurus berarti disitu mulai bisa menanam padi Kalau misalkan kerti, kidang udah gak kelihatan disitu biasanya hama mulai bermunculan, makanya sebelum kidang gak kelihatan harus udah bisa panen seharusnya," cerita Abah Ugi.

Untuk waktu memulai harus dimulai oleh ketua kampung adat terlebih dahulu setelah itu diikuti oleh warganya.

"Itu dua rasi bintang yang menentukan untuk menanam padi, biasanya dimulai oleh abah dulu terus diikuti warga, kalau panen ya mana aja duluan, kalau menanam harus Abah dulu," pungkasnya.




(tey/tey)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads