Melihat Sampah Kerang Bekas Santapan Manusia Purba Pangandaran

Jejak Kehidupan Purba di Jawa Barat

Melihat Sampah Kerang Bekas Santapan Manusia Purba Pangandaran

Aldi Nur Fadilah - detikJabar
Jumat, 19 Agu 2022 12:00 WIB
Kjokkenmoddinger (sampah kerang) dan alat serpih dari obsidian/ Aldi Nur Fadillah
Jejak manusia purba di Pangandaran (Foto: Aldi Nur Fadilah/detikJabar)
Pangandaran -

Jejak kehidupan purba Jawa Barat tersebar di Kabupaten Pangandaran. Salah satu titik penemuan benda-benda kuno itu di Gua Sutra Reregan, Desa Selasari, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran.

Berdasarkan data yang dihimpun detikJabar, di mulut gua tersebut ditemukan cangkang kerang (Moluska) yang terindikasi merupakan santapan manusia purba.

Selain itu, pada kedalaman gua sekitar 300 meter ditemukan percutor atau perkakas yang digunakan untuk memecah benda berupa hewan dan tumbuhan. Temuan lainnya adalah batu yang menyerupai perkakas kapak. Saat ini kedua temuan itu disimpan di Tourism Information Center (TIC) Pangandaran.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTISEMENT
Kjokkenmoddinger (sampah kerang) dan alat serpih dari obsidian/ Aldi Nur FadillahKjokkenmoddinger (sampah kerang) dan alat serpih dari obsidian/ Aldi Nur Fadillah Foto: Aldi Nur Fadilah/detikJabar

Benda-benda itu ditemukan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pangandaran bersama tim Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten (BPCB) pada tahun 2017 lalu.

Tim BPCB Banten Sony Prasetia mengatakan, penemuan jejak purba di Gua Sutra Reregan merupakan hasil dari pendataan cagar budaya pada 2017 silam.

"Sementara temuan permukaan adalah Kjokkenmoddinger (sampah kerang) dan alat serpih dari obsidian. Kami tidak melakukan dating absolute di situs tersebut, jadi belum diketahui umurnya secara pasti di data kami," kata Soni kepada detikJabar, belum lama ini.

Aktivitas Manusia Purba di Pangandaran

Sony mengatakan, temuan sampah kerang dan alat perkakas serpih mengindikasikan adanya aktivitas manusia purba di zaman mesolitik. Manusia purba ketika itu diduga memanfaatkan gua sebagai tempat tinggal dan berlindung.

Walau demikian, Sony menekankan untuk dapat mengetahui soal kehidupan manusia di gua tersebut perlu dilakukan pembuktian lebih lanjut dengan ekskavasi.

"Tentu saja untuk melaksanakan ekskavasi harus ada follow up kegiatan penelitian bisa diinisiasi oleh pemerintah daerah sebagaimana yang diamanatkan oleh UU CB," ucapnya.

Kjokkenmoddinger (sampah kerang) dan alat serpih dari obsidian/ Aldi Nur FadillahKjokkenmoddinger (sampah kerang) dan alat serpih dari obsidian/ Aldi Nur Fadillah Foto: Aldi Nur Fadilah/detikJabar

Ia menyebut, ada dua skenario ekskavasi yang bisa dilakukan. Yakni dilakukan lembaga penelitian atau pemda sebagai fasilitator kegiatan.

"Sebaiknya begitu untuk dapat mengungkap dan dilakukan upaya pelestarian nya. Kegiatan Pelestarian Cagar Budaya meliputi banyak hal. Mulai dari pendataan sampai dengan pemugaran dalam upaya menyiapkan cagar budaya untuk dapat dimanfaatkan sebesarnya untuk kepentingan masyarakat," kata Sony.

"Kerjasama antar stakeholder diperlukan dalam kegiatan pelestarian cagar budaya agar didapat hasil yang terarah dan tepat," ujarnya.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads