Ahmad Mufid, 16 Tahun Tekuni Profesi Pembuat Kertas Daluang

Ahmad Mufid, 16 Tahun Tekuni Profesi Pembuat Kertas Daluang

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Sabtu, 16 Apr 2022 07:01 WIB
Pembuatan kertas daluang
Ahmad Mufid Sururi, seniman asal Bandung yang menekuni profesi tukang saeh. (Foto: Anindyadevi Aurellia)
Bandung -

Sore itu hujan baru saja mengguyur kota Bandung. Di tengah dinginnya perumahan daerah Ujung Berung, samar-samar terdengar suara ketokan seperti palu menempa kayu. Suara tersebut berasal dari jendela rumah Ahmad Mufid Sururi, atau biasa disapa Mufid.

Pria asli Bandung tersebut memang dikenal punya spesialisasi khusus, yakni sebagai pembuat kertas daluang atau yang biasa disebut Toekang Saeh. Daluang, kertas tradisional Indonesia ini terbuat dari kulit batang pohon saeh dan dibuat dengan tangan. Kulit batang tersebut harus dipukul-pukul hingga menjadi kertas. Suara inilah yang terdengar rumah Mufid.

Ketertarikannya pada dunia seni, membuat ia secara tidak sengaja menceburkan diri ke bidang produksi kertas. Mufid mengaku, justru awal mula ketertarikannya ke dunia seni adalah di bidang musik. Lulusan SMAN 7 Bandung tersebut bercerita bahwa semasa sekolah, ia menekuni bidang musik terutama keroncong. Ia memiliki grup dengan nama yang unik, yakni Keroncong Rindu Order.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Usai lulus sekolah, ia memilih tidak melanjutkan ke bangku kuliah. Ia senang dengan seni, namun justru tidak bisa jika diminta membuat hal-hal yang dasar.

"Saya sempat ujian seni di salah satu PTN terkenal di Bandung, namun gagal. Saya merasa justru tidak bisa jika seni dari dasar seperti mencontohkan dengan gambar," tutur Mufid di kediaman sekaligus studionya di Jalan Koperasi Ujung Berung Kota Bandung.

ADVERTISEMENT

Hingga suatu saat, ia mulai mengenal teknik pembuatan kertas dengan cara cetak saring atau pulping. Penyaringan dilakukan mulai dari menggunakan bahan baku kertas habis pakai, hingga limbah tanaman berserat seperti gedebok pisang atau ampas tebu.

"Kemudian saya tahu bahwa teknik ini terinspirasi dari kertas tradisional Jepang, yakni washi. Tahun 2006 ada yang datang ke studio saya, mengenalkan saya pada kertas daluang," jelas pria berumur 47 tahun tersebut.

Sejak tahun itulah ia jatuh cinta dan menekuni pembuatan kertas daluang. Hingga hari ini, ia terus memperkenalkan daluang yang tidak banyak orang ketahui. Sebagai seorang seniman, ia tidak hanya memproduksi batang pohon saeh menjadi kertas, tetapi ia terus melakukan eksplorasi.

"Saya menamakan diri sebagai Tukang Saeh, agar orang mengenal saya tidak hanya karena kertas daluang. Sebab saya juga terus melakukan eksplorasi dari pohon saeh," ungkapnya.

Kecintaannya terhadap pohon saeh, membuatnya berusaha mendapatkan sendiri bahan baku untuk karya-karyanya. Ia menanam sendiri bibit pohon saeh di beberapa daerah meskipun cukup jauh dari tempat tinggalnya. Batang pohon saeh terbilang tidak besar, namun berat. Ia bawa beberapa batang pohon menapaki perjalanan dari Cililin ke Ujung Berung dengan sepeda motornya.

"Perjalanan lumayan jauh, kurang lebih butuh lima jam untuk pulang pergi. Saya pasang kotak besar untuk menyimpan batang-batang yang sudah saya potong sekitar satu meter," tuturnya.

Rupanya ada motivasi dalam kegigihannya sebagai pengrajin pohon saeh sampai saat ini. Selain ia terus ingin memberikan pengetahuan pada mereka yang belum mengenal daluwang, ia juga ingin melakukan apa yang menurutnya memiliki arti dan manfaat bagi orang lain.

"Masih banyak orang yang belum tau daluang. Selama saya masih sehat dan tidak merugikan orang lain, saya akan terus melakoni ini," pungkasnya dengan semangat.




(aau/tya)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads