Kota Sukabumi kembali mencatatkan inflasi tahunan (year-on-year) tertinggi di Jawa Barat pada April 2025, yakni sebesar 2,74 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 109,52. Diketahui sejak Januari-April, Kota Sukabumi mencatatkan rekor sebagai kota dengan tingkat inflasi tertinggi se-Jabar.
Berdasarkan salinan dokumen Perkembangan IHK (Indeks Harga Konsumen) April 2025 yang diterima menunjukkan bahwa inflasi y-on-y terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran yaitu kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 1,22 persen.
Kelompok pakaian dan alas kaki menyumbang inflasi sebesar 0,5 persen; kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,09 persen; kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 1,05 persen dan kelompok kesehatan menyumbang inflasi sebesar 0,14 persen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, kelompok transportasi menyumbang inflasi sebesar 0,13 persen; kelompok rekreasi, olahraga dan budaya sebesar 0,10 persen; kelompok pendidikan 0,26 persen; kelompok penyediaan makanan dan minuman atau restoran sebesar 0,36 persen dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,54 persen.
"Komoditas yang dominan memberikan andil atau sumbangan inflasi y-on-y pada April 2025 antara lain emas perhiasan, kopi bubuk, akademi atau perguruan tinggi, minyak goreng, bawang merah, mobil, kontrak rumah, rekreasi, nasi dengan lauk, tarif rumah sakit, ikan asin dan lain-lain," kata kepala BPS Kota Sukabumi Urip Sugeng Santoso dalam laporannya dikutip Kamis (8/5/2025).
Lebih lanjut, BPS juga membandingkan inflasi antar tahun di Kota Sukabumi. Pada April 2024 inflasi y-on-y sebesar 2,88 persen sedangkan April 2025 sebesar 2,74 persen. Meskipun inflasi tahunan Kota Sukabumi lebih rendah dibanding April 2024, kenaikan harga kebutuhan pokok tetap berdampak pada daya beli masyarakat.
Kepala Sub Bagian Umum BPS Kota Sukabumi, Wisnu Eka menambahkan, inflasi terjadi karena beberapa faktor, seperti tingginya permintaan, perilaku pedagang yang mengambil keuntungan hingga gangguan distribusi.
Meski ada komponen yang mengalami deflasi yaitu di kelompok informasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -0,01 persen, lonjakan harga makanan dan minuman tetap membuat inflasi Kota Sukabumi melampaui daerah lain di Jawa Barat seperti Kota Bogor (1,86 persen) dan Kota Depok (1,87 persen).
"Inflasi yang tidak terkendali bisa menggerus daya beli masyarakat dan melemahkan nilai mata uang. Makanya inflasi disebut silent killer bagi perekonomian," sambungnya.
Oleh sebab itu, untuk menekan inflasi maka diperlukan strategi stabilisasi harga pangan dan efisiensi distribusi barang. Pemerintah daerah diharapkan bisa berkolaborasi dengan pelaku usaha dan masyarakat agar kenaikan harga tidak semakin membebani warga Sukabumi.
(yum/yum)