Sebelum terjun ke dunia usaha, Bayu Pebrianto adalah seorang karyawan di perusahaan garmen di Kota Bandung. Ia bekerja cukup lama hingga akhirnya memutuskan untuk membangun bisnis sendiri. Modal awalnya hanyalah sebuah mesin jahit milik temannya yang juga bekerja di pabrik garmen.
Pada tahun 2016, Bayu keluar dari pekerjaannya dan mulai merintis usaha di Kabupaten Pangandaran. Dengan memanfaatkan ruang tamu rumahnya sebagai tempat produksi, ia tetap bersemangat menjalankan bisnisnya meskipun berawal dari keterbatasan.
Inspirasi awalnya datang secara tidak sengaja. Saat masih bekerja di pabrik garmen, ia melihat supervisornya memiliki mesin jahit sendiri dan menjalankan usaha jahitan serta produksi fesyen secara mandiri.
"Sekitar tahun 2014, teman sekampus saya menawarkan produksi jeans dengan branding yang cukup terkenal saat itu. Saya pun mengajak teman yang memiliki mesin jahit untuk membantu produksi," ujar Bayu, Sabtu (22/3/2025).
Pesanan pertama dijadikan sebagai proyek percontohan. "Alhamdulillah, hasilnya disukai klien, lalu mulai ada pesanan lagi," lanjutnya.
Seiring meningkatnya permintaan, Bayu menambah jumlah mesin jahit dengan meminjam dari teman-temannya di Bandung. Akhirnya, ia memutuskan untuk pulang ke Pangandaran dan merintis usaha konveksi sendiri, dimulai dengan hanya dua unit mesin jahit. Berkat bantuan temannya, ia mendapatkan tambahan delapan unit mesin jahit.
Merintis Usaha dari Nol hingga Berkembang
Pada awalnya, usaha Bayu hanya mempekerjakan lima orang karyawan dan beroperasi di ruang tamu rumahnya. Namun, seiring waktu, ia mulai mencicil pembelian mesin tambahan serta menambah jumlah karyawan.
Meski bisnisnya berkembang, Bayu mengaku, masih mengalami kendala modal. Saat itu, ia mencari pinjaman hingga akhirnya mendapat informasi tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI.
"Modal pertama saya gunakan untuk membeli mesin jahit dari KUR BRI. Setelah itu, usaha berkembang, dan saya kembali mengajukan pinjaman untuk membangun ruang produksi," ungkapnya.
Pada 2016, Bayu mengajukan, pinjaman KUR BRI sebesar Rp 25 juta untuk membeli mesin jahit. Melihat perkembangan bisnisnya yang pesat, pada tahun berikutnya ia kembali mengajukan pinjaman sebesar Rp 150 juta, dan pinjaman tersebut disetujui.
Selama beberapa tahun, usahanya berjalan lancar dan terus berkembang. Namun, tantangan besar datang pada tahun 2020 ketika pandemi COVID-19 melanda.
"Saat pandemi, usaha kami mengalami kerugian besar. Banyak pesanan yang dibatalkan, bahkan saya sampai menjual lima unit mesin jahit untuk kebutuhan sehari-hari," kenangnya.
Bangkit dari Krisis Pandemi
Di tengah keterpurukan, peluang baru muncul. Pada pertengahan tahun 2020, permintaan masker kain meningkat pesat. Dengan mesin jahit yang tersisa, Bayu mulai memproduksi masker dan mendapatkan pesanan besar dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebanyak 10.000 pcs.
"Saat itu rasanya seperti mendapat cahaya di tengah kegelapan. Saya kembali bersemangat untuk membangun usaha ini," katanya.
Setelah orderan masker masuk, Bayu kembali membeli mesin jahit dan membuka lowongan kerja. Ia juga mengajukan pinjaman baru melalui KUR BRI untuk mengembangkan bisnisnya kembali.
Pada tahun 2021, Bayu resmi membangun brand fesyen sendiri, Werner, dengan tempat produksi bernama Batara Apparel. Produknya mencakup kemeja, jaket, kaos, rompi, hingga tunik. Kini, permintaan produk Werner tidak hanya berasal dari Pangandaran, tetapi juga dari merek-merek besar di Bandung dan Jakarta.
"Bahkan, bank dan pemerintah daerah juga memesan pakaian dari kami," ujarnya.
Produk Werner kini dipasarkan di Bandung, dijual di marketplace, serta memiliki website resmi. Brand ini juga telah dipatenkan.
Bayu enggan mengungkapkan omzet pastinya, namun ia menyebutkan bahwa omzet kotor per bulan bisa mencapai Rp 60 juta, dengan keuntungan yang terus diputar sebagai modal usaha.
Pada tahun 2024, Bayu telah memiliki 30 karyawan, 25 unit mesin jahit, dan satu gedung produksi di belakang rumahnya.
Simak Video "Video: APINDO Sebut UMKM RI Masih Keterbatasan Akses Modal"
(mso/mso)