Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, terkenal dengan keindahan alamnya yang memesona. Selain destinasi wisata, daerah ini juga memiliki produk lokal yang unik, salah satunya adalah sepatu batik dahon.
Sepatu batik dahon memiliki keistimewaan tersendiri karena menggunakan pewarna alami yang diaplikasikan pada bahan kanvas. Batik yang biasanya digunakan untuk pakaian kini dikreasikan oleh pengrajin Pangandaran menjadi sepatu dengan nilai ekonomi tinggi. Meski demikian, Pangandaran sendiri bukan sentra industri sepatu, sehingga proses produksinya masih dilakukan di Cibaduyut, Bandung.
Asep Kartiwa, seorang perajin sepatu batik dahon asal Desa Margacinta, Kecamatan Cijulang, tak pernah lelah memperkenalkan produknya. Ia aktif mempromosikan sepatu batik dahon melalui berbagai forum, festival, dan pameran. Upaya ini membuahkan hasil, kini sepatu buatannya mulai dikenal luas, bahkan hingga ke luar negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah dan Proses Pembuatan
Asep Kartiwa, pemilik Batik Dahon Pangandaran, mulai memproduksi sepatu batik dahon sejak 2021. Sebelumnya, ia hanya menjual kain dan pakaian batik dahon. "Karena selain pakaian, kami sekarang mulai kenalkan produk sepatu, meski di sini belum ada konveksinya," ujarnya kepada detikJabar, Senin (17/3/2025).
Setiap bulan, produksi sepatu batik dahon mencapai puluhan hingga ratusan pasang. "Tak tentu, cuman ada ratusan pis laku, itupun pembelinya masih satuan," tambahnya.
Proses pembuatan sepatu batik dahon cukup unik dan memerlukan waktu panjang. Kain kanvas yang digunakan sebagai bahan dasar harus melalui tahap pewarnaan alami. "Kain kanvas untuk bahan sepatunya dimasak dulu, warnanya berasal dari warna alam, dedaunan, buah dahon, bunga, semuanya diambil dari lingkungan sekitar," jelas Asep.
Setelah proses pewarnaan selesai, kain yang sudah bermotif batik dikirim ke konveksi di Cibaduyut untuk dijahit. "Karena di sini belum ada desain dari kami dan bentuknya di sana tinggal proses jahit," katanya.
Ragam Produk dan Harga
Selain sepatu, Batik Dahon Pangandaran juga memproduksi berbagai produk fesyen, seperti kain, pakaian, syal, topi, iket, dan tas. Beragam pakaian perempuan seperti kemeja, dompet, hingga daster berbahan batik dahon juga tersedia.
Harga produk Batik Dahon bervariasi, mulai dari Rp20 ribu hingga Rp1 juta. Sepatu batik dahon sendiri dijual dengan harga Rp400 ribu, baik untuk pria maupun wanita dengan model kasual.
"Batik dahon cara pembuatannya memang panjang prosesnya, kita harus menyiapkan pewarna motif kain dan bahannya. Mulai dari mengambil buah dahon untuk pewarna hingga motif yang digunakan, semua berasal dari alam," kata Asep.
Buah dahon, yang menjadi bahan utama pewarnaan, berasal dari pohon yang tumbuh di tepi sungai air payau. Di Pangandaran, tumbuhan ini mudah ditemukan dan belum banyak dimanfaatkan oleh orang lain. Bahkan, pewarna alami dari buah dahon ini telah diuji laboratorium di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2019 dan terbukti bisa digunakan sebagai pewarna kain.
"Dicoba dibawa ke lab UGM bahwa buah tersebut bisa dijadikan pewarna untuk kain. Setelah itu, kami jadikan sebagai brand juga, makanya namanya Batik Dahon karena pewarna kain dari buah dahon," jelas Asep.
Buah dahon menghasilkan warna merah kecoklatan yang khas, dengan variasi dari merah muda hingga merah tua, tergantung pada intensitas pewarnaannya.
![]() |
Permintaan Pasar dan Pemasaran
Produk Batik Dahon Pangandaran kini telah menembus pasar luar daerah seperti Bandung, Jakarta, Semarang, Surabaya, hingga Yogyakarta. "Alhamdulillah ke luar daerah juga sampai bahkan hingga Kalimantan," ujar Asep.
Bahkan, pelanggan dari luar negeri mulai melirik produk ini. "Dulu ada wisatawan yang datang ke Pangandaran, kemudian dibawa pemandu ke galeri saya. Saat kembali ke negaranya, mereka memesan ulang," katanya.
Penjualan tidak hanya dilakukan di rumahnya di Desa Margacinta, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, tetapi juga melalui outlet di hotel-hotel Pangandaran. Bahkan, Batik Dahon telah memiliki gerai di Bandara Kertajati sejak tahun lalu.
Setiap bulan, sekitar 30 produk Batik Dahon dikirim ke luar negeri, terutama syal dan sepatu. "Alhamdulillah, per bulan ada 30 pis ke luar negeri, kebanyakan syal dan sepatu. Karena dikirim ke Belanda, katanya banyak yang suka warna tidak terlalu cerah," ujar Asep.
Sementara untuk pasar domestik, penjualan sepatu batik dahon bisa mencapai 30 pasang per bulan, meski jumlah pesanan bersifat variatif. Dalam sebulan, omzet yang diperoleh Asep berkisar antara Rp50 juta hingga Rp100 juta. Selain menjual produk, Batik Dahon juga membuka workshop edukasi bagi wisatawan yang ingin belajar proses pembuatan batik.
Dari Pemandu Wisata Menjadi Perajin Batik
Sebelum menjadi perajin batik, Asep adalah seorang pemandu wisata. Sejak Pangandaran menjadi daerah otonomi baru (DOB) pada 2013, ia telah berperan dalam membuka jalur wisata alam seperti Goa Jojogan dan Desa Wisata Selasari.
Inspirasi untuk membuat batik berbasis pewarna alami datang pada tahun 2017 ketika ia mengunjungi pameran fesyen batik di Yogyakarta. Ia melihat motif batik dengan warna unik dari bahan alami dan tertarik untuk mempelajarinya. Sepulang dari Yogyakarta, ia mencoba membuat batik ecoprint menggunakan dedaunan. Tahun 2018, ia mulai serius mengembangkan Batik Dahon dengan berbagai produk selain kain.
Perjalanan bisnisnya tidak selalu mulus. Awalnya, Batik Dahon kurang diminati dan sulit mendapatkan pasar. Namun, dengan promosi di media sosial serta dukungan dari pemerintah daerah dalam berbagai pameran UMKM, Batik Dahon mulai dikenal dan mendapatkan pelanggan setia.
"Saya harap sepatu batik dahon ini menjadi sepatu khas Pangandaran," harapnya.
Di galeri Batik Dahon, berbagai metode pembayaran digital telah diterapkan, termasuk QRIS. "Transfer dan QRIS juga bisa. Pakai QRIS BRI biasanya yang paling banyak," kata Asep.
Regional CEO BRI Bandung, Sadmiadi, menuturkan bahwa QRIS bertujuan untuk mempermudah transaksi digital, terutama bagi UMKM. "QRIS membantu merchant BRI menyediakan pilihan pembayaran yang mudah karena cukup dengan satu kode QR yang bisa digunakan untuk berbagai sumber dana," jelasnya.
(sud/sud)