Bukan hal mudah bagi suatu brand untuk bisa terus langgeng di pasaran hingga puluhan tahun lamanya. Terlebih bila dari masa ke masa, pesaing di lini bisnis yang sama mulai bermunculan.
Tidak mudah, namun dapat terlaksana oleh salah satu brand kue legendaris asal Kota Bandung, Ina Cookies. Merk yang kerap jadi incaran saat Lebaran ini telah eksis berbisnis selama 33 tahun. Selama jatuh bangun perjalanannya, ada satu hal yang terus menjadi pakem perusahaan untuk membuat produk-produk mereka laku di pasaran, yakni inovasi.
Salah satunya seperti yang diterapkan Ina Cookies di awal tahun ini. Mengawali 2025 sekaligus menyambut Hari Raya Idul Fitri, terdapat empat menu kue kering anyar yang akan dilempar ke pasaran. Keempatnya disebut memiliki keunikannya masing-masing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menu Skippy Mede Putih misanya, varian ini memiliki tekstur renyah dan ringan serupa lidah kucing namun dengan citarasa yang berbeda. Di dalamnya terdapat butiran kacang mede yang menambah rasa gurih. Terdapat pula menu Palm Cheese dan Putri Cheese Nut yang dibuat untuk memanjakan para penggemar keju. Yang pertama dibalut manis gula merah, dan yang kedua dilengkapi kerenyahan kacang mede.
"Kita juga membuat Putri Choco Rocher yang diracik agar punya cita rasa cokelat lumer dan bisa pecah di mulut," ungkap Founder Ina Cookies, Ina Wiyandini di Kiara Artha Park Bandung, Sabtu (8/2/2025).
Di momen peluncuran keempat menu baru tersebut, Ina sedikit bercerita mengenai awal mula dirinya terjun merintis Ina Cookies. Dimulai dari kegagalan eskpor jahe hingga menjadi bangkrut di 1991, Ina yang kala itu tengah hamil besar memutuskan untuk belajar membuat kue.
"Tahun 1991 itu saya mengalami kebangkrutan, harusnya sudah jadi eksportir jahe tapi gagal. Waktu itu sedang hamil besar dan nyoba bikin kue, diajari lima menu oleh kakak ipar," kenang Ina.
Dengan suami yang terus mendukung, Ina pun memberanikan diri untuk menjual kue-kue buatannya tersebut. Satu demi satu toples kue mulai terjual. Usaha ini terus ditekuninya hingga kini, dimana Ina Cookies rata-rata berhasil menjual lebih dari 20ribu toples setiap harinya.
"Dari perjuangan bikin kue saat hamil besar itu lahirlah anak saya, Voula," paparnya. Anak perempuan yang dibesarkan di tengah kondisi penuh jerih payah tersebut kini turut membesarkan Ina Cookies melalui kemampuan pemasarannya.
"Sekarang Ina Cookies sudah dibangun oleh generasi kedua saya," ungkap Ina.
![]() |
Berani Mendobrak Pakem
Direktur Sales & Marketing Ina Cookies Voula Nur Rakhmaniar mengenal sang ibu sebagai sosok yang sangat kreatif. Apapun yang ibunya lakukan harus unik dan berbeda.
"Dari dulu mama itu orangnya kreatif, hobinya bikin kue terus sampai sekarang. Paling enggak mau hal yang biasa saja sampai pakai baju pun harus unik," ungkap Voula saat ditemui dalam kesempatan yang sama.
Keunikan itu pulalah yang kemudian terejawantah pada identitas brand Ina Cookies. Meski telah menyerahkan bisnis pada anak-anaknya, Ina masih terus memikirkan terobosan-terobosan baru untuk kuenya.
"(Kreativitas) itu nurun ke budaya perusahaan. Jadi kita kalau bikin kue itu pengennya yang unik dan enggak terpikir oleh orang lain," jelasnya.
Voula juga mengenang momen saat sang ibu memutuskan untuk mencoba resep jengkol keju untuk dijual di salah satu resto miliknya. Meski telah mendapat masukan bahwa kedua bahan makanan itu tidak cocok digabung, namun kecintaan Ina terhadap keju membuatnya 'kekeuh' dengan idenya tersebut.
"Jengkol dan keju itu dibikin jadi taburan untuk makanan. Orang mah biasanya makanan ditabur bawang goreng, ini malah jengkol keju," ungkap Voula seraya tertawa.
Hingga saat ini, Ina Cookies telah memiliki 250 resep yang diciptakan Ina. Tiap tahunnya, perusahaan akan mengkurasi 34 menu terbaik untuk kemudian diproduksi di momen-momen seperti Idul Fitri.
Di samping inovasi, ada hal yang juga turut menguatkan bisnis Ina Cookies hingga mampu menggaet lebih dari seribu reseller dari berbagai daerah. Hal tersebut, Voula mengatakan, adalah doa dari para pekerja. Terutama saat perusahaan mengalami penurunan penjualan di masa pandemi Covid-19 menerjang.
"Ina Cookies dari awal berdiri itu niatnya memang bukan untuk mencari 'cuan', tapi untuk menyejahterakan sekitar. Jadi waktu Covid-19 juga tidak yang di PHK, tapi diberdayakan," jelasnya.
Misalnya, ia memaparkan, chef pembuat kue yang dialihkan menjadi petugas packing pesanan. Pasanya, kala itu penjualan kue hampir seluruhnya dilakukan secara daring. Dari mengandalkan reseller hingga berupaya bertahan dengan memanfaatkan marketplace, jumlah kue yang diproduksi pun terpaksa dikurangi.
"Waktu itu berpikir gimana caranya agar penjualan tetap naik meskipun tidak akan seperti tahun-tahun sebelumnya. Dari awalnya bisa ngirim 200 kardus sekali jalan ke reseller sampai akhirnya jualan langsung ke konsumen lewat marketplace. Kita potong jumlah produksi juga," paparnya.
"Kita terus bertahan di masa pandemi dan sampai sekarang itu karena doa. Karyawan kita ada seribu orang dan mereka semua mendoakan agar usaha jalan terus. Reseller juga banyak yang ibu rumah tangga, bahkan ada yang sampai keluar dari kantor hanya demi jualan Ina Cookies. Mereka semua ikut mendoakan agar kita terus maju," lanjutnya.
Perkuat Jejaring Lewat ShareINA Community
Di momen peluncuran empat menu kue anyar tersebut, Ina Cookies juga meresmikan ShareINA Community, sebuah wadah bagi para reseller untuk saling berkumpul dan berbagi ilmu. Nantinya, para reseller akan dapat mengikuti event berkala dengan beragam kegiatan.
"Ina Cookies itu besar karena reseller, dan mereka itu ternyata suka kumpul. Akhirnya kita buat wadah untuk mereka saling kumpul karena Rasulullah juga kan suka orang bersilaturahmi," ungkap Voula.
Dalam komunitas ini, para reseller juga dapat saling mengenal dan bertukar ilmu serta pengalaman bisnis mereka. Saat ini, Ina Cookies rutin memberikan pelatihan kelas online yang membahas tips-tips berjualan. Diharapkan, ShareINA Community dapat menjadi ajang bagi garda-garda depan penggerak bisnis Ina Cookies untuk terus berkembang.
(tey/tey)