Bandung adalah salah satu kota yang memiliki banyak pengusaha di berbagai sektor. Berdasarkan data Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kota Bandung, per 2024 terdapat sebanyak 10.181 UMKM di Kota Kembang.
Banyaknya jumlah pengusaha dari tahun ke tahun memunculkan tantangan tersendiri dalam pemasaran produk. Online presence atau kemunculan brand di media sosial menjadi hal yang dianggap krusial saat ini. Untuk itu, tak sedikit pengusaha di Kota Bandung yang mulai menggunakan jasa agensi pemasaran digital untuk memaksimalkan penjualan mereka secara online.
Beberapa di antara pengusaha pengguna jasa agensi tersebut berkumpul dalam sebuah forum bincang-bincang bertitel Breakfast club, Jumat (17/1/2025). Acara yang diselenggarakan oleh agensi Boleh Dicoba Digital (BDD) di Jalan Teuku Angkasa, Kota Bandung tersebut mengundang sejumlah pemilik usaha di Bandung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu bahasan yang menjadi highlight dalam acara tersebut adalah soal peranan Artificial Intelligence atau AI dalam pengembangan bisnis. Saat ini, AI dinilai sudah tak terhindari dan harus mulai diadaptasi agar bisnis semakin maju.
"Di 2025 banyak banget perubahan yang terjadi di dunia digital marketing, terutama dengan masuknya AI. Kita ingin mengajak klien-klien BDD dan klien potensial lainnya untuk ikut sharing, agar memahami bahwa AI bisa dipelajari dan bisa membantu bisnis mereka," ungkap Digital Marketing Specialist BDD, Dika Muhammad pada detikJabar.
Para pengusaha tersebut pun bergantian memaparkan pengalaman masing-masing dalam memanfaatkan AI di bisnis mereka maupun kehidupan pribadi. Ada yang menggunakan tools AI seperti ChatGPT untuk membantu teknis pekerjaan, ada pula yang memakainya untuk sekedar curhat tentang permasalahan yang sedang menerpa bisnisnya.
Dinda Dwi Guntari, staff e-commerce salah satu toko perlengkapan olahraga di Kota Bandung, yakni NCR Sport, mengaku kerap memanfaatkan ChatGPT untuk menulis materi iklan atau copywriting produk yang akan dipasarkan. Meski demikian, hasil pekerjaan yang dilakukan AI, dia mengatakan, tetap perlu dipantau.
"Saya suka memakai ChatGPT untuk copywriting iklan, atau bikin caption di media sosial. Tapi kadang hasilnya suka kurang bagus, kurang pas. Kalau kasusnya begitu,biasanya saya edit lagi," ungkap Dinda. Hal senada juga diungkapkan salah satu peserta diskusi yang menyebut bahwa AI tidak punya selera dalam membuat desain, sehingga belum bisa menggantikan peran manusia.
Hal yang lebih advanced dalam pemanfaatan AI dilakukan oleh Manajer Operasional brand LAF Project, Mentari Luthfika Dewi. Dia mengatakan, saat ini pihaknya telah memanfaatkan banyak tools AI untuk mempermudah pekerjaan.
Salah satunya yang sering digunakan adalah Tokpee. Aplikasi tersebut dapat membantu penggunanya untuk meriset produk-produk terlaris di marketplace.
"Tokpee itu bisa dipakai meriset brand kompetitor untuk mengetahui produk-produk laris mereka. Ini benar-benar bikin menghemat waktu," ungkap dia. Biasanya, riset produk terlaris ini dilakukan secara manual dan memakan waktu.
Para pengusaha brand lain pun bergantian memaparkan pengalaman mereka. Mayoritas masih menganggap AI sebagai alat yang dapat dimanfaatkan untuk memudahkan pekerjaan, bukan mengambil alih.
Adapun acara Breakfast Club yang digelar BDD hari ini memasuki edisi ke-52. Tiap bulannya, BDD rutin menggelar bincang-bincang serupa untuk mengumpulkan pengusaha agar saling bertukar pikiran dan menjalin kolaborasi.
(tya/tey)