Tupperware merupakan sebuah merek yang identik dengan wadah makanan plastik berkualitas, pernah menjadi simbol modernisasi dapur dan kesayangan ibu-ibu di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Merek ini telah berkiprah selama beberapa dekade, namun kini tengah menghadapi ancaman kebangkrutan. Bagaimana kisah panjang perjalanan Tupperware dari kejayaan hingga ancaman gulung tikar? Berikut sejarah singkatnya.
Sejarah Tupperware
Tupperware pertama kali diperkenalkan oleh seorang bernama Earl Tupper pada tahun 1946 di Amerika Serikat. Tupper, seorang ahli kimia, menciptakan wadah penyimpanan makanan dari plastik yang menggunakan penutup inovatif untuk menjaga makanan tetap segar.
Wadah ini terbuat dari plastik yang ringan dan tahan lama, menjadikannya solusi ideal untuk penyimpanan makanan di rumah. Penutup burping seal yang menjadi ciri khas Tupperware merupakan salah satu inovasi terpenting, karena memungkinkan udara dikeluarkan sehingga menjaga kualitas makanan lebih lama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada awalnya, produk yang satu ini tidak banyak mendapat perhatian di toko-toko ritel. Pada saat itu inovasi yang ditawarkan oleh Tupperware belum dipahami sepenuhnya oleh konsumen. Namun, semuanya berubah ketika seorang pengusaha wanita bernama Brownie Wise bergabung pada tahun 1951.
Dialah yang memperkenalkan konsep Tupperware Party, sebuah strategi penjualan langsung yang melibatkan ibu-ibu rumah tangga dalam pertemuan sosial untuk mendemonstrasikan cara penggunaan produk. Konsep ini sukses besar dan menjadikan Tupperware fenomena global.
Pada 1950-an hingga 1980-an, Tupperware jadi semakin populer. Wadah-wadahnya tidak hanya dianggap praktis dan inovatif, tetapi juga menjadi simbol gaya hidup modern. Tupperware Party menjadi ajang sosial bagi banyak wanita untuk berkumpul, berbincang, dan berbagi pengalaman seputar produk ini.
Para ibu rumah tangga yang menjadi penjual langsung juga mendapatkan kesempatan untuk menghasilkan uang tambahan, yang kemudian membuat Tupperware jadi populer sebagai bisnis rumahan.
Di Indonesia sendiri, popularitas Tupperware bisa dibilang sangat tinggi. Pada tahun 1990-an hingga awal 2000-an, hampir setiap rumah tangga mengenal merek yang satu ini. Selain fungsinya yang tahan lama, Tupperware juga dikenal dengan desainnya yang menarik dan berkualitas tinggi.
Produk-produk Tupperware, seperti tempat bekal, wadah makanan, hingga botol minum sering dianggap barang mewah, sehingga kerap digunakan dalam acara formal hingga pertemuan keluarga.
Perubahan Gaya Hidup dan Adanya Tantangan Zaman
Namun, seiring berjalannya waktu, Tupperware mulai menghadapi tantangan yang serius. Perubahan gaya hidup modern dan perkembangan teknologi telah mengubah cara konsumen membeli produk rumah tangga. Penjualan langsung yang dulu menjadi kekuatan utama Tupperware, mulai tersaingi oleh e-commerce dan toko online yang menyediakan berbagai macam pilihan wadah plastik dengan harga lebih murah.
Selain itu, persaingan dari produsen wadah makanan lain, termasuk merek-merek lokal yang menawarkan produk serupa dengan harga lebih terjangkau, semakin menekan posisi Tupperware di pasar.
Di samping itu, meningkatnya kesadaran akan lingkungan juga menjadi tantangan tersendiri. Konsumen saat ini cenderung beralih ke produk yang lebih ramah lingkungan dan menghindari plastik sekali pakai. Meskipun Tupperware terbuat dari plastik yang bisa digunakan kembali, keberadaan produk yang lebih inovatif dan ramah lingkungan membuat konsumen mencari alternatif lain.
Tupperware di Ambang Kebangkrutan
Produsen wadah penyimpanan makanan asal Amerika Serikat, Tupperware, terancam bangkrut dan gulung tikar. Beberapa anak perusahaannya bahkan telah mengajukan kebangkrutan di AS karena mengalami kerugian yang membengkak.
Dilansir detikJabar dari BBC, Rabu (18/9/2024), Presiden dan CEO Tupperware Brands Corporation, Laurie Ann Goldman mengatakan bahwa mereka akan meminta izin pengadilan untuk memulai proses penjualan bisnisnya, dan ingin perusahaan terus beroperasi selama proses kebangkrutan berlangsung.
Pada tahun 2023, kabar mengejutkan datang dari Tupperware Brands Corporation yang mengumumkan bahwa perusahaan berada di ambang kebangkrutan. Penurunan penjualan, utang yang menumpuk, dan ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan perubahan pasar menjadi faktor utama yang membawa Tupperware ke titik krisis.
Saham perusahaan jatuh drastis, dan laporan keuangan menunjukkan bahwa mereka mungkin kesulitan untuk bertahan tanpa suntikan dana tambahan atau perubahan strategi besar-besaran.
"Kami berencana untuk terus melayani para pelanggan kami yang berharga dengan produk-produk berkualitas tinggi yang mereka sukai dan percayai selama proses ini," ujar Laurie dikutip detikJabar dari BBC.
Sementara itu, saham perusahaan sudah jatuh lebih dari 50 persen di minggu ini setelah ada laporan bahwa mereka berencana untuk mengajukan kebangkrutan. Tupperware telah berjuang selama bertahun-tahun dalam membendung penurunan penjualan produknya.
Tupperware sendiri sempat mengalami lonjakan penjualan selama pandemi karena tren banyak orang memasak di rumah. Namun hal itu tak banyak membantu. Kenaikan biaya bahan baku, upah, dan biaya transportasi juga menggerogoti margin keuntungannya.
Kini perusahaan sedang mempersiapkan pengajuan pailit secepatnya. Meski begitu, rencana pengajuan kepailitan ini masih belum final dan bisa saja berubah.
Selama bertahun-tahun, Tupperware sudah mendominasi pasarnya. Nama Tupperware sudah menjadi sangat identik dengan wadah penyimpanan makanan, sehingga banyak orang menggunakan namanya ketika merujuk pada wadah plastik apa pun, meski bukan merek Tupperware.
Tupperware dan Harapan di Masa Depan
Meskipun menghadapi ancaman kebangkrutan, Tupperware tetap memiliki peluang untuk bangkit. Produk ini masih diakui karena kualitas dan daya tahannya yang unggul. Dengan strategi yang tepat dan inovasi yang mengikuti perkembangan zaman, Tupperware mungkin masih bisa kembali menemukan pijakannya di pasar global.
Namun, keberhasilan Tupperware untuk bertahan akan sangat bergantung pada kemampuannya beradaptasi dengan preferensi konsumen yang terus berubah dan menyelaraskan nilai merek dengan tren ramah lingkungan yang kian diminati.
Sebagai produk ikonik yang pernah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di banyak rumah tangga, Tupperware masih memiliki tempat di hati konsumennya. Namun, apakah merek ini dapat kembali berjaya atau justru harus menyerah pada tekanan zaman, sepertinya hanya waktu yang akan menjawab.
(tya/tey)