Ancaman Serius Bagi Jepang yang Dilanda Krisis Anak

Kabar Internasional

Ancaman Serius Bagi Jepang yang Dilanda Krisis Anak

Tim detikInet - detikJabar
Kamis, 26 Jan 2023 02:00 WIB
People wait to cross a street as Tokyo Tower is lit in red to celebrate the Chinese Lunar New Year in Tokyo on January 21, 2023. (Photo by Yuichi YAMAZAKI / AFP) (Photo by YUICHI YAMAZAKI/AFP via Getty Images)
Ilustrasi Jepang (Foto: AFP via Getty Images/YUICHI YAMAZAKI)
Jakarta -

Jepang dibayangi ancaman krisis anak. Sebab, tingkat kelahiran anak di negara matahari terbit ini anjlok. Krisis anak juga berimbas kepada sektor ekonomi.

Dilansir dari detikInet pada Rabu (25/1/2023), Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menuturkan angka kelahran Jepang kurang dari 800 ribu di tahun lalu. Jumlahnya turun dibanding tahun 1970-an yang mencapai lebih dari 2 juta.

"Jepang berada di ambang apakah kita dapat terus berfungsi sebagai masyarakat," kata Kishida kepada anggota parlemen.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Memfokuskan perhatian pada kebijakan mengenai anak dan mengasuh anak adalah masalah yang tidak bisa menunggu dan tidak bisa ditunda," sebutnya.

Kondisi ini tentu membuat Jepang dalam bahaya. Sebab, Jepang berpotensi kehilangan sepertiga populasi pada 2060 mendatang. Salah satu yang terkena imbas tentunya sektor perekonomian. Di tahun mendatang, akan sulit menemukan jumlah pekerja produktif di Jepang apabila krisis anak terus berlanjut.

ADVERTISEMENT

Pemerintah telah melakukan ragam upaya untuk mengatasi krisis tersebut. Salah satunya dengan memberikan insentif finansial. Namun, analis Jepang di Eurasia Group, David Boling menyebut upaya itu sia-sia.

"Pemerintah telah menyediakan insentif finansial di masa lalu dan membuat kementerian menangani rendahnya angka kelahiran. Namun kelahiran bayi masih terus turun," cetus David Boling.

Kondisi ini juga dirasakan masyarakat Jepang. Katahira Kazumi misalnya, seorang ibu ini merasa satu anak sudah cukup.

"Kami bertahan hidup dengan memotong tabungan kami sekarang. Anak kedua tidak terpikirkan oleh kami," katanya.

Survei yang dilakukan pada tahun 2021 terhadap 5.800 pasangan suami istri di Jepang menghasilkan rata-rata dari mereka enggan memiliki anak lagi. Persoalan keuangan jadi penyebab.

Profesor Sosiologi di Universitas Chukyo, Matsuda Shigeki mengatakan bahwa dukungan dari pemerintah dari sisi keuangan kurang memadai.

Di sisi lain, banyak wanita Jepang enggan menikah dan memilih berkarir. Itu sebabnya, angka wanita kerja di Jepang naik.

Selain itu, rendahnya angka pernikahan dan kelahiran juga dipicu masih adanya peran tradisional wanita Jepang yang belum berubah. Di mana mereka diharapkan mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan merawat anak.

Kesilitan lainnya peran gender tak setara di rumah tangga saat marak peluang ekonomi bagi perempuan telah membuat keseimbangan pekerjaan dan kehidupan keluarga menjadi sulit bagi perempuan yang sudah menikah. Itu juga jadi pemicu banyak perempuan enggan menikah.


Artikel ini sudah tayang di detikInet, baca selengkapnya di sini




(dir/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads