Kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi hasil tangkap ikan di Pangandaran masih banyak ditemukan. Akibatnya capaian retribusi hingga bulan Juni 2022 masih jauh dari harapan.
Kepala Dinas Keluatan Perikanan dan Ketahanan Pangan (DKPKP) Kabupaten Pangandaran Dedi Surachman mengatakan, kebocoran PAD diakibatkan oleh penjualan diluar TPI.
"Ya kebocoran masih ada, butuh biaya operasional untuk patroli pengawasan," kata Dedi kepada detikJabar. Rabu (13/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dedi mengatakan, kebocoran PAD memang bisa mempengaruhi pendapatan retribusi dari hasil tangkap ikan. Karena nelayan melewati regulasi penjualan. "Kebocoran ini hampir di semua TPI yang ada di Pangandaran ditemukan kasus yang sama," katanya.
Selain itu capaian retribusi dari hasil tangkapan ikan di Pangandaran menurun di tahun 2022 jauh dari harapan. "PAD sektor perikananan tangkap sampai Juni 2022 hanya Rp 427 juta atau 7,91 persen dari target Rp 5 miliar," ucapnya.
Padahal Juni 2021 lalu PAD retribusi dari hasil perikanan tangkap mencapai Rp 800 juta. Sementara tahun ini hanya setengahnya dari tahun lalu.
Menurut Dedi, capaian itu berasal dari produksi ikan tangkap sebanyak 285 ribu kilogram. "Sedang musim paceklik, jadi produksinya tidak banyak. Namun pendapatan menurun," katanya.
Sementara penyebab lainnya pendapatan hasil menurun karena cuaca yang sulit diprediksi dan gelombang tinggi yang tak beraturan. Sehingga banyak nelayan yang enggan melaut.
![]() |
Selain itu musim paceklik panjang dan peralihan penangkapan ikan ke komoditas baby lobster menjadikan nelayan berhenti menangkap ikan secara produktif. Pasalnya, menangkap baby lobster lebih hemat biaya dan mudah mendapatkannya.
"Akibatnya peralihan penangkapan ke baby lobster dianggap menjadi pilihan baik karena operasional dinilai lebih murah," katanya.
(yum/yum)