Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menginginkan agar tak ada lagi hutan produksi di Jabar. Hal ini mengacu pada kondisi hutan di Jabar yang mengalami penurunan luasan.
Hal itu disampaikan Dedi Mulyadi usai rapat koordinasi tata ruang dan pertahanan Jabar di Gedung Sate pada Kamis (18/12/2025).
Dedi mengakui kondisi tata ruang Jawa Barat saat ini cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, luas kawasan hutan di provinsi ini tercatat mencapai 776.830 hektare. Luasan itu terdiri atas 271.161,19 hektare hutan lindung, 209.719,68 hektare hutan tetap, serta 191.723,68 hektare hutan produksi terbatas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: 800 Ribu Hektare Hutan di Jabar Rusak! |
Namun, menurut Dedi, angka-angka tersebut belum tentu mencerminkan kondisi riil di lapangan. Ia menilai, selama ini kawasan hutan lebih banyak tercatat secara administratif di atas peta, bukan berdasarkan keberadaan pohon yang benar-benar masih berdiri.
"Saya menginginkan enggak usah ada hutan produksi. Sudah, karena kan hutannya sudah tinggal 700.000 hektare. 700.000 hektare itu kan peta, bukan pohon," katanya saat ditanya mengenai hutan produksi di Jawa Barat.
Dedi juga menyinggung adanya penurunan luas hutan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ini, menurutnya, menjadi sinyal perlunya perubahan pendekatan dalam pengelolaan tata ruang dan kawasan hutan.
Sebagai salah satu langkah perbaikan, Dedi memperkenalkan konsep pohon abadi. Konsep ini ditujukan untuk melindungi pohon-pohon yang berada di kawasan hutan produksi agar tidak lagi ditebang.
"Pohon-pohon ini ada di kawasan hutan produksi, tapi oleh saya enggak boleh ditebang. Itu kita sebut sebagai pohon abadi," ungkapnya.
Untuk merealisasikan konsep tersebut, Dedi menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan membeli pohon-pohon yang ditetapkan sebagai pohon abadi, dengan mempertimbangkan kemampuan anggaran daerah. Menurutnya, skema ini dinilai lebih rasional dibandingkan harus melakukan reboisasi dari awal yang membutuhkan waktu panjang dan biaya besar.
Rapat koordinasi ini juga menjadi momentum untuk menyepakati percepatan penataan ruang di Jawa Barat. Tujuannya agar kebijakan tata ruang di tingkat provinsi selaras dengan kebijakan di kabupaten dan kota.
Revisi tata ruang tersebut direncanakan akan diusulkan pada Januari mendatang, dengan orientasi utama melindungi kawasan hutan, area persawahan, serta wilayah strategis lainnya agar tidak terus tergerus oleh alih fungsi lahan.
Terkait hutan, Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Jawa Barat (Jabar) sebelumnya menyebutkan sebanyak 800 ribu hektare lebih mengalami kritis atau rusak. Angka tersebut merupakan data dari total 3 juta lahan yang tersebar di Jabar.
"Di Jawa Barat ini ada kerusakan hutan 800 ribuan hektare. Jadi memang ini PR besar kita ya, PR bersama di tengah jumlah penduduk Jawa Barat terbesar se-provinsi Indonesia dari sisi populasi," ungkap Kepala Dinas Kehutanan Jabar Dodit Ardian Pancapana di Sumedang, Selasa (16/12/2025).
Dodit mengatakan, untuk kerusakan lahan ini tersebar di Jabar seperti di daerah Cianjur, Sukabumi, Kota Bandung, Garut, Sumedang, hingga daerah Puncak Bogor.
"Di antaranya Cianjur, Sukabumi, terus kalau yang perkotaan mungkin di Bandung ya terus yang sering banyak dilewati orang termasuk puncak, Garut dan Sumedang," katanya.
(dir/dir)











































