Pada musim panas tahun 1964, seorang peneliti muda bernama Donald R. Currey menebang sebuah pohon di kawasan Great Basin National Park, Nevada, Amerika Serikat. Pohon itu merupakan pinus bristlecone yang kemudian dikenal dengan nama "Prometheus".
Pinus bristlecone termasuk di antara pohon paling kuat di dunia. Pertumbuhannya sangat lambat, memiliki kayu yang rapat dan keras sehingga tahan terhadap cuaca ekstrem, serangan serangga, serta jamur. Bentuknya pun unik, tampak berpilin dan tidak beraturan. Salah satu jenisnya, pinus bristlecone Great Basin (Pinus longaeva), diketahui mampu bertahan hidup hingga ribuan tahun.
Currey sendiri sebelumnya tidak mengenal jenis pohon ini hingga ia menempuh pendidikan pascasarjana. Ketertarikannya muncul setelah sang ibu mengirimkan sebuah artikel National Geographic karya Edmund Schulman, peneliti yang dikenal luas karena pengambilan sampel dari pinus bristlecone legendaris bernama Methuselah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai ahli geografi, Currey menduga pohon-pohon tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan usia bentang alam glasial yang ia temukan di bawah Wheeler Peak, Great Basin, lokasi riset lapangannya. Cincin pertumbuhan tahunan pada pohon diyakini merekam kondisi iklim saat terbentuk, yang kemudian bisa membantu merekonstruksi aktivitas gletser di masa lampau.
Untuk membaca catatan alami tersebut, biasanya digunakan bor khusus guna mengambil sampel inti berupa silinder kayu kecil seukuran pensil. Currey memperoleh izin dari Dinas Kehutanan Amerika Serikat untuk melakukan pengambilan inti pada sejumlah pinus bristlecone di bawah Wheeler Peak, termasuk satu pohon yang oleh para pendaki lokal dijuluki Prometheus.
Masalah muncul ketika ia mencoba mengambil sampel dari pohon ini. Dalam film dokumenter NOVA tahun 2001, Currey mengungkapkan bahwa metode standar tidak berjalan sebagaimana mestinya.
"Pendekatan normal untuk mengambil inti pohon tidak berhasil karena lubang bor terbesar yang tersedia terlalu kecil untuk mengambil inti bahkan dari beberapa sudut," jelas Currey.
Mengutip IFLScience, setelah memperoleh izin tambahan dari Dinas Kehutanan, keputusan drastis pun diambil: Prometheus ditebang. Dari batang pohon tersebut, diambil irisan melintang setebal sekitar 30 sentimeter.
Sejak awal, Currey memperkirakan usia Prometheus melampaui 4.000 tahun. Namun, saat ia mulai menghitung satu per satu cincin tahunan pada penampang kayu itu, barulah ia menyadari besarnya makna dari apa yang telah terjadi.
"Kami mulai melihat bahwa kami mendapatkan data lebih dari 4.000 tahun, lebih dari 4.500, lebih dari 4.600 tahun, yang merupakan catatan tertua yang dilaporkan dalam literatur hingga saat itu," kata Currey.
"Dan kami berakhir sekitar 4.900 tahun. Dan Anda harus berpikir, 'Saya pasti telah melakukan kesalahan. Saya sebaiknya menghitung ulang. Saya sebaiknya menghitung ulang lagi. Saya sebaiknya melihat dengan sangat teliti dengan pembesaran yang lebih tinggi'," ungkapnya.
Namun, penghitungan berulang tidak mengubah hasilnya. Prometheus memang diperkirakan berusia sekitar 4.900 tahun dan pada masa itu dinyatakan sebagai pohon tertua yang pernah ditentukan usianya secara ilmiah.
Kini, di lokasi asalnya, yang tersisa dari Prometheus hanyalah sebuah tunggul yang nyaris menyatu dengan bebatuan di sekitarnya. Meski begitu, jejak keberadaannya masih bisa dilihat. Pengunjung Great Basin Visitor Center dapat menyaksikan langsung potongan kayu dari pohon purba tersebut.
Artikel ini telah tayang di sini
(ask/yum)










































