Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak boleh berhenti sebatas pemenuhan kebutuhan gizi anak. Ia ingin program tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan membangun budaya produktif sejak usia sekolah.
Hal itu disampaikan Dedi saat menghadiri Rapat Koordinasi Penyelenggaraan MBG di Provinsi Jawa Barat yang digelar di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (17/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dedi menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah agar MBG benar-benar menjadi program bersama yang memberi manfaat maksimal, tidak hanya bagi penerima manfaat, tetapi juga bagi ekosistem ekonomi di Jawa Barat.
"Kita mencoba membangun kerja sama yang erat bahwa MBG merupakan program bersama baik pusat maupun daerah sehingga pelaksanaannya harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi laju pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya saing, peningkatan kualitas kesehatan warga, dan membangun rasa keadilan," ujar Dedi.
Menurutnya, ada tiga titik tekan utama yang harus dikawal dalam pelaksanaan MBG di Jawa Barat. Pertama, peredaran anggaran MBG harus memberikan efek langsung bagi perekonomian daerah.
"Pertama, Rp54 triliun harus beredar di wilayah provinsi Jabar dan salah satunya menggunakan jasa perbankan daerah," katanya.
Kedua, Dedi menilai siklus ekonomi MBG harus bertumpu pada produktivitas petani kecil. Ia ingin MBG menjadi pasar langsung bagi hasil pertanian dan peternakan rakyat tanpa rantai distribusi yang panjang.
"Siklus ekonominya harus berasal dari produktivitas petani kecil di berbagai tempat sehingga MBG merupakan pasar untuk masyarakat mengakses pasar penjualan telur, penjualan ikan, penjualan sayur-sayuran, penjualan beras sehingga para petani bisa langsung menjual ke penyedia jasa layanan MBG, tidak berputar ke beberapa tangan," ujarnya.
Menurutnya, skema tersebut akan memberikan dua keuntungan sekaligus bagi petani dan penyelenggara MBG. "Hal ini akan melahirkan dua hal yang pertama harga yang relatif kompetitif, yang kedua para petani akan mendapat insentif yang sangat tinggi," katanya.
Titik tekan ketiga, Dedi mendorong agar MBG terintegrasi dengan dunia pendidikan. Ia ingin sekolah menjadi ruang pembelajaran produktif, di mana siswa tidak hanya menerima makanan bergizi, tetapi juga belajar proses produksi pangan secara langsung.
"Kemudian yang berikutnya adalah didorong juga bahwa basic basic produknya juga merupakan basic produk pendidikan sekolah, jadi anak-anak sekolah didorong untuk memelihara ayam, menanam sayur dan kemudian menanam pisang, menanam beras dan itu bagian dari pembelajaran pendidikan, karena di sekolah itu ada pelajaran IPA," ucap Dedi.
Ia menilai pendekatan pembelajaran luar kelas sangat relevan untuk menanamkan pola pikir produktif kepada siswa.
"Pelajaran IPA itu titik tekannya adalah pembelajaran outing class untuk membangun kerangka berpikir produktivitas di sekolah. Bahkan Saya menyarankan halaman-halaman sekolah itu juga digunakan menjadi tempat produktivitas pertanian, termasuk sayur-sayuran bisa ditanam di sekolah," paparnya.
Dedi optimistis, jika konsep tersebut dijalankan secara konsisten, perputaran uang dari program MBG akan benar-benar dirasakan masyarakat luas di Jawa Barat.
"Kalau semua ini berjalan maka uang yang beredar itu akan beredar dan tangan ke tangan dan satu kesatu masyarakat, sehingga ini akan melahirkan daya dukung, daya dorong pertumbuhan ekonomi Jawa Barat," pungkasnya.
(orb/orb)










































