Beberapa peringatan ditetapkan pada tanggal 12 Desember, baik di kancah nasional maupun internasional. Di Indonesia, tanggal 12 Desember diperingati sebagai Hari Bhakti Transmigrasi.
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Ketentuan Pokok Transmigrasi menjelaskan bahwa transmigrasi merupakan perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Hari Bhakti Transmigrasi ini merupakan tonggak sejarah yang menandai awal program transmigrasi nasional pada tahun 1950. Adanya perubahan zaman menjadikan pemahaman dan pengetahuan mengenai sejarah perpindahan atau transmigrasi ini penting untuk memahami perjalanan Indonesia dalam menyejahterakan rakyat melalui pembangunan yang merata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Hari Bhakti Transmigrasi
Transmigrasi di Indonesia memiliki sejarah dan cerita yang panjang. Transmigrasi ini sendiri telah dikenal sejak zaman kolonial karena pernah diterapkan Pemerintah Hindia Belanda melalui program kolonisatie. Pemerintah kolonial Hindia Belanda pertama kali melakukan transmigrasi pada abad ke-20 karena pulau Jawa dirasa sudah padat penduduk. Hal ini tercatat dalam arsip Kolonisatie Verslag (1911) Pemerintah Kolonial Belanda yang menyebut bahwa transmigrasi dilakukan ke Sumatra.
Tujuan transmigrasi adalah untuk memindahkan dan menyebarkan penduduk demi meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan penduduk, serta membangun wilayah baru sebagai upaya mengatasi ketimpangan demografis di wilayah jajahan.
Setelah Indonesia merdeka, pemerintah menilai adanya kepadatan yang ekstrem di daerah Jawa jika dibandingkan dengan daerah lain, pemerintah menilai hal ini dapat menghambat pembangunan nasional.
Berdasarkan dokumen resmi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), program transmigrasi nasional resmi dimulai pada 12 Desember 1950, ketika transmigrasi dilakukan dari pulau Jawa menuju Lampung. Pemberangkatan pertama ini diikuti oleh 155 kepala keluarga dari Kabupaten Karanganyar dan dipimpin oleh asisten Residen Sukabumi HG Heyting.
Program transmigrasi ini terus berlanjut selama tahun 1950-1959 dan tercatat, program ini berhasil memindahkan 22.360 orang. Memasuki tahun 1970-1990, transmigrasi mencapai masa keemasannya, data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat pada masa Orde Baru ini terjadi lonjakan lokasi transmigrasi hingga ribuan unit pemukiman. Hal ini membuktikan bahwa transmigrasi merupakan strategi besar untuk pemerataan penduduk, pembukaan sentra produksi pangan, penguatan integrasi nasional, dan perluasan akses ekonomi.
Memasuki era reformasi, transmigrasi tidak hanya dianggap sebagai pemindahan penduduk semata, tapi sebagai pengembangan kawasan baru berbasis ekonomi, dengan penyelenggara transmigrasi yang awalnya bersifat sentralistis harus bisa menyesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan di masing-masing daerah.
Dasar Pemilihan 12 Desember
Pemilihan tanggal 12 Desember sebagai hari peringatan bukan tanpa alasan yang jelas. Tanggal ini dipilih karena bertepatan dengan transmigrasi pertama yang dilakukan pada 12 Desember 1950.
Momen ini dianggap sebagai simbol perubahan, di mana kebijakan transmigrasi diterapkan sebagai upaya negara untuk mengatasi kemiskinan, membuka kawasan baru, dan memeratakan pembangunan demi kesejahteraan rakyat. Penetapan hari peringatan ini juga tercantum dalam berbagai dokumen resmi Kemendes PDTT.
Bentuk Transmigrasi
Dalam buku Geografi dan Sosiologi 2, Drs. Sugiharyanto menyebutkan transmigrasi dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan bentuknya, yaitu:
1. Transmigrasi Keluarga
2. Transmigrasi Lokal
3. Transmigrasi Bedol Desa
4. Transmigrasi Khusus
5. Transmigrasi Umum
6. Transmigrasi Spontan
7. Transmigrasi Swakarsa
8. Transmigrasi Sektoral
9. Transmigrasi Padat Karya
10. Evakuasi
11. Migrasi Musiman
Dampak Transmigrasi
Dikutip dari berbagai sumber, berikut adalah dampak positif dan negatif dari transmigrasi:
Dampak Positif
β’ Mengurangi kepadatan penduduk di suatu wilayah, misalnya pulau Jawa
β’ Membantu meningkatkan pembangunan ekonomi lokal dan mendorong produktivitas lahan kosong, banyak daerah transmigrasi yang berubah menjadi sentra produksi pangan, perkebunan, hingga perikanan
β’ Meningkatkan taraf hidup dan mendorong kemakmuran melalui pengembangan lahan
β’ Memperkuat hubungan sosial
Dampak Negatif
β’ Adanya polarisasi atau konflik sosial antara penduduk lokal dan transmigran
β’ Munculnya kesenjangan sosial dan kecemburuan
β’ Potensi migrasi balik (kembali ke daerah asal) jika wilayah transmigrasi tidak berkembang optimal
Artikel ini dibuat oleh peserta magangHub kerja sama detikcom dan Kemenaker











































