Kanker payudara jadi penyakit yang banyak merenggut nyawa perempuan. Namun kebanyakan kanker itu justru diketahui setelah stadium lanjut lantaran pengidapnya abai sejak awal.
Dokter sub spesialis bedah onkologi sekaligus pembina Priangan Cancer Care, dr. Monty Priosodewo Soemitro, mengatakan kebanyakan mereka yang datang ke rumah sakit besar untuk memeriksakan diri, ternyata sudah mengidap kanker payudara dengan stadium akhir.
"Jadi yang datang itu sudah stadium 3 bahkan 4, sudah akhir. Nah yang awal-awal, itu mereka masih sedikit persentase ketahuannya," kata Monty saat ditemui, Kamis (11/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Monty mengatakan hal itu berkaitan dengan kesadaran dan pemahaman masyarakat terutama di daerah akan kanker payudara. Anggapan lainnya, yakni soal biaya yang harus dikeluarkan dan ketakutan yang dirasakan.
"Ternyata masyarakat di daerah itu masih belum terinformasikan dan belum sadar soal hal ini. Padahal kan gratis, kecuali sudah stadium akhir. Peralatan deteksi dini dengan USG juga sekarang seperti di Cimahi, sudah ada di semua kelurahan. Tinggal menumbuhkan kesadaran masyarakatnya saja," kata Monty.
Monty menyebut berdasarkan data dari American Cancer Society setidaknya satu dari delapan wanita terkena kanker payudara. Hal itu menandakan betapa tingginya kemungkinan wanita terkena kanker payudara.
"Bayangkan penduduk Jawa Barat ini 24 juta, artinya ada 3 juta yang terkena kanker payudara. Saya tiap hari Kamis melakukan operasi di RSHS Bandung ada 4 kali operasi, dikalikan 4 sebulan. Berarti sebulan sudah 16, belum dokter yang lain, lalu di rumah sakit besar lainnya," kata Monty.
Rata-rata wanita yang terkena kanker payudara stadium akhir telat menyadari lantaran masih memegang teguh metode 'sadari'. Sementara untuk memastikan kondisinya, pengecekan potensi kanker payudara hanya bisa dilakukan melalui USG.
"Kenapa 'sadari' itu membuat telat? Karena tidak semua wanita paham yang dipegang itu apakah benjolan tumor atau benjolan lainnya. Terkadang ada anggapan benjolan itu akan hilang sendiri yang akhirnya terlambat disadari," ucap Monty.
Saat ini, kata Monty, metode pemeriksaan payudara seharusnya secara 'sadanis' atau pemeriksaan payudara secara klinis. Metode itu dianggap paling akurat untuk mengetahui potensi terkena kanker payudara.
"Jadi suka tidak suka metode awalnya harus deteksi dini atau 'sadanis'. Bukan seperti dulu 'sadari' yang sudah dihapus dan di dunia pun sudah tidak dipakai lagi. Jadi tetap harus 'sadanis', dokter tetap tidak bisa meraba harus didampingi dengan USG," tutur Monty.
Untuk itu, ia meminta masyarakat terutama wanita untuk memeriksakan diri ke puskesmas maupun rumah sakit demi mengetahui kondisi kesehatannya terutama payudara.
"Manfaatkan semua fasilitas yang disediakan pemerintah," kata Monty.
(dir/dir)











































