Situasi di lokasi pembangunan penginapan glamping (glamorous camping) milik investor asing di Pantai Citepus, Palabuhanratu, semakin memanas.
Informasi yang dihimpun, pihak pengelola diduga enggan menuruti perintah pembongkaran. Muncul kabar bahwa mereka mengajukan "syarat" yang dinilai meresahkan warga sekitar.
Pihak pengelola berdalih, jika tempat usahanya harus dibongkar karena berada di sempadan pantai, maka aturan tersebut harus diberlakukan sama rata. Mereka meminta seluruh bangunan warung milik warga lokal di sepanjang garis pantai juga harus dibongkar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pihak mereka mengatakan apabila ada pembongkaran, harus dibongkar semua (masyarakat yang membuat bangunan warung tepi pantai)," ujar Herman, warga di sekitar lokasi.
Kepala Desa Citepus, Koswara, yang turun ke lokasi membenarkan adanya ketegangan antara warga dengan pihak pemilik glamping.
Ketegangan memuncak saat warga menuntut pembongkaran pagar yang menutup akses *jogging track*. Namun, pihak manajemen glamping membalas dengan argumen yang dinilai memprovokasi.
Koswara mengungkapkan, karyawan glamping memberikan pernyataan bahwa jika tempat usahanya dibongkar, maka seluruh warung kecil milik warga di sepanjang pantai juga harus dibongkar.
"Tadi ada perdebatan antara warga masyarakat dengan karyawannya di sini. Warga meminta ini segera dibongkar. Namun pihak karyawan memberikan *statement* bahwa kalau ini dibongkar, maka warung-warung masyarakat pun juga harus dibongkar," ujar Koswara di lokasi kejadian.
Mendengar hal itu, Koswara langsung membela warganya. Ia menegaskan bahwa tidak etis menyamakan investasi bisnis skala besar dengan ekonomi rakyat kecil yang bersifat subsisten (menghidupi kebutuhan dasar).
"Saya tegaskan, kalau untuk perusahaan ini bentuknya kan bisnis dan investasi, seharusnya menjadi contoh buat masyarakat. Kalau masyarakat kecil kan satu blok saja sudah ratusan warga, sudah ratusan perut yang mungkin harus dipikirkan," tegas Koswara dengan nada tinggi.
Ia membandingkan dampak sosialnya yang sangat timpang. Warung warga menghidupi banyak keluarga, sementara glamping tersebut dinilainya hanya menguntungkan segelintir pihak.
"Kalau untuk ini (glamping) kan hanya satu perusahaan, keuntungan hanya untuk satu pihak. Mungkin itu yang harus menjadi pertimbangan," tambahnya.
Sementara itu, pantauan di lapangan menunjukkan tenda-tenda glamping di lokasi memang sudah dikempiskan. Namun, pagar kayu dan dek panggung yang menjadi inti permasalahan karena memakan sempadan pantai dan akses jalan masih berdiri kokoh.
(sya/mso)











































