Menata Iklim Belajar dari Akar di Kabupaten Sukabumi

Menata Iklim Belajar dari Akar di Kabupaten Sukabumi

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Minggu, 16 Nov 2025 22:30 WIB
Anak-anak di Kabupaten Sukabumi sedang belajar di kelas
Anak-anak di Kabupaten Sukabumi sedang belajar di kelas (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)
Sukabumi -

Iklim belajar tidak terbentuk dari poster motivasi atau instruksi-instruksi bersifat seremonial yang mungkin berlaku hanya sekejap. Di sekolah-sekolah Kabupaten Sukabumi, suasana belajar dibangun dari hal-hal dasar yang berlangsung setiap hari, hubungan antara guru dan siswa, keteraturan kelas, serta kepemimpinan yang sanggup menjaga sekolah tetap menjadi ruang aman bagi anak.

Dengan wilayah yang membentang dari pesisir selatan hingga kaki perbukitan geopark, upaya menata budaya sekolah menjadi pekerjaan yang harus dimulai dari akar.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi, Deden Sumpena, mengatakan bahwa budaya sekolah adalah fondasi dari seluruh proses pembelajaran. Tanpa lingkungan yang tertib dan manusiawi, strategi mengajar apa pun sulit mencapai hasil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Budaya sekolah adalah fondasi. Pembelajaran yang baik lahir dari lingkungan yang tertib, aman, dan mendukung karakter anak," ujar Deden dalam keterangan tertulis kepada detikJabar.

Di banyak sekolah dasar dan menengah, pembiasaan sederhana menjadi titik awal pembentukan iklim belajar. Guru dan siswa menata ruang kelas bersama, membangun rutinitas harian, serta menerapkan aturan yang dibuat secara kolektif. Tujuannya satu, membuat kelas sebagai tempat yang nyaman untuk belajar.

ADVERTISEMENT

Kepala sekolah menjadi aktor penting dalam menjaga agar rutinitas ini berjalan konsisten. Mereka mengatur ritme kegiatan, memastikan pembiasaan dilaksanakan, dan menjaga suasana kerja guru tetap sehat.

Deden menegaskan peran itu ketika menyebut bahwa perubahan budaya belajar tidak mungkin muncul tanpa kepemimpinan yang hadir di lapangan.

"Kepala sekolah memegang peran kunci dalam membangun budaya belajar. Ia yang menggerakkan guru dan menjaga suasana belajar tetap positif," kata Deden.

Deden menjelaskan beberapa sekolah memulai perubahan dari langkah sederhana. Ada yang membiasakan kegiatan literasi sebelum pelajaran dimulai. Ada kelas yang memberi ruang bagi siswa untuk menyampaikan refleksi di akhir hari. Ada pula sekolah yang menetapkan area ramah anak dengan aturan yang disepakati bersama.

Salah satu tantangan yang ada adalah Sukabumi memiliki wilayah yang luas dan beragam. Sekolah di pesisir dan perbukitan membutuhkan pendekatan yang berbeda. Sarana yang tidak selalu memadai membuat sebagian sekolah harus lebih kreatif dalam menjaga iklim belajar. Kepala sekolah yang baru menjabat pun memerlukan pendampingan intensif untuk memahami budaya sekolah yang ingin dibangun.

Meski begitu, arah perubahan perlahan terlihat. Sekolah mulai memahami bahwa iklim belajar yang sehat lahir dari konsistensi, bukan aturan yang berubah-ubah. Bahwa ruang kelas harus menjadi tempat yang aman bagi anak untuk bertanya, mencoba, gagal, lalu mencoba lagi. Dan bahwa budaya bekerja di sekolah bukan hanya urusan guru, tetapi seluruh komunitas di dalamnya.

"Kami ingin memastikan anak belajar di lingkungan yang sehat dan manusiawi. Itu bagian dari upaya memperbaiki mutu pendidikan dari akar," ujar Deden.

(sya/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads