Terik matahari tak menghalangi semangat anak-anak SD untuk saling unjuk gigi di kampus Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK) UPI, Jl PHH Mustofa, Kota Bandung. Mereka berlomba-lomba dalam permainan roket air untuk mencapai titik terdekat dengan target yang telah ditentukan.
Roket air memang jadi permainan yang belum begitu familiar. Namun di siang itu, anak-anak SD ini begitu antusias untuk menjajal permainan yang sepertinya baru pertama kali mereka mainkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lomba roket air tingkat SD ini digagas sebuah organisasi bernama Planet Sains. Peralatannya disiapkan langsung oleh panitia, dan para peserta hanya perlu menekan tuas pelontar supaya botol roket milik mereka meluncur menuju target tujuan.
"Hari ini kita punya event namanya Planet Sains Water Rocket Competition 2025. Ini tahun ketiga dari 2023 memperebutkan Piala Jawa Barat. Tahun ini yang ikut 89 grup dari 25 sekolah di 9 kabupaten/kota di Jawa Barat dan sekitarnya," kata Manajer Program Planet Sains, Fitria Yulianti saat berbincang dengan detikJabar, Sabtu (15/11/2025).
Sepintas, alat untuk lomba roket air terlihat begitu sederhana. Sebuah alat pelontar disiapkan, lalu ada botol roket berisi air yang siap diluncurkan melalui tuas penekan supaya menuju target sesuai harapan.
Namun, di balik kesederhanaan alatnya, ada prinsip hukum newton yang turut bekerja. Mekanisme fisika dan matematika dibutuhkan dalam permainan ini, dan jika perhitungannya sudah presisi maka keseruan lah yang selanjutnya akan terjadi.
Alat pelontar roket air dibuat dengan bahan pipa yang disambungkan sedemikian rupa. Di alat ini lah nanti akan diisi tekanan angin sesuai perhitungan yang biasanya berkisar di angka 50-60 psi.
Lalu di botol roket, akan diisi air sesuai hitungan untuk dilontarkan. Tak lupa, sudut kemiringan harus turut diukur supaya botol roket itu meluncur ke target sesuai keinginan. Setelah semuanya sudah dikalkulasi, peserta hanya tinggal menekan tuas pelontar yang berbentuk seperti rem sepeda.
"Anak-anak banyak yang penasaran, kok bisa botol roket diterbangkan, gimana triknya supaya dia bisa mengenai target. Ternyata itu bukan keberuntungan, semua itu variabel dari botol roket yang presisi, tekanan berapa, sudut berapa, tekanan air berapa," ungkap Yuli.
"Jadi keterampilan matematikannya dilibatkan di situ. Anak-anak bisa menganalisis, fisikanya dapet, komunikasi dengan satu timnya juga dapet. Jadi banyak pengalaman untuk anak-anak untuk melatih kepercayaan diri, dia bisa memprediksi, menganalisis," tambahnya.
Di pertandingan yang sesungguhnya untuk kalangan siswa SMP ke atasnya, lomba roket air mewajibkan setiap peserta untuk melakukan perhitungan sendiri botol roket yang bakal mereka lontarkan. Namun karena ini masih jenjang SD, maka panitia ikut membantu berapa perhitungan yang presisi supaya botol roket itu meluncur menuju tujuan.
Rupanya, selama ini, lomba roket air sudah digelar secara berjenjang. Pertadingannya pun bisa berlangsung ke ajang nasional hingga internasional yang tentunya butuh keterampilan matematis dan nalar yang presisi.
"Makanya Planet Sains bikin ini supaya mereka itu punya loncatan pengetahuannya enggak kagok pas ikut di jenjang SMP. Planet Sains saat ini menjembatani anak-anak yang secara eksakta tidak terlalu jago ngitung, hapalannya tidak begitu oke, tapi mereka motoriknya bagus, bisa menggunakan nalarnya. Jadi ini memberikan wadah lain bagi anak yang olimpiadenya enggak matematika banget, fisika banget," ungkap Fitri.
Di tempat yang sama, Jody, salah satu orang tua peserta, mengaku baru pertama kali membawa anaknya menjajal permainan ini. Setelah sang anak menjajal alat pelontar roket air, Jody jadi antusias sendiri karena permainan itu ternyata begitu seru untuk dicoba.
"Karena tadi sampe berkali-kali ganti tekanan angin, volume airnya, sama ngecek kecepatan angin berapa yah," ucap Jody.
Setelah melihat sang anak mencoba permainan roket air, Jody jadi tertarik untuk mengasah bakal buah hatinya. Ia bahkan mengaku tak segan untuk kembali mengikuti perlombaan serupa jika suata saat digelar lagi di masa mendatang.
"Kalau ada lomba lagi, tertarik. Karena enggak hanya ngitung tekanan, tapi kerapian roket berpengaruh, bagus buat anak-anak belajar motorik. Belajar tenang sama kerjasama tim juga. Jadi harus diperbanyak event kayak gini, dan harus dibikin lebih seru lagi," pungkasnya.
(sud/sud)










































