Sampah Menggunung di Bandung, DLH Jabar Soroti soal Pengelolaan Sampah

Sampah Menggunung di Bandung, DLH Jabar Soroti soal Pengelolaan Sampah

Bima Bagaskara - detikJabar
Kamis, 13 Nov 2025 14:00 WIB
Gunungan sampah di Jalan Gunung Batu, Kota Bandung
Gunungan sampah di Jalan Gunung Batu, Kota Bandung. Foto: Bima Bagaskara/detikJabar
Bandung -

Sejak Agustus 2025, pembuangan sampah ke TPPAS Sarimukti dibatasi. Pembatasan dilakukan demi menjaga agar masa layanan TPA Sarimukti tetap bisa bertahan hingga TPA Legoknangka beroperasi penuh.

Menurut data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat, batas maksimal tonase harian sampah dari 4 wilayah di Bandung Raya ke Sarimukti yakni 981,31 ton untuk Kota Bandung, 280,37 ton untuk Kabupaten Bandung, serta 119,16 ton untuk Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan adanya pembatasan itu, masalah klasik yakni gunungan sampah bermunculan, terutama di Kota Bandung, seperti di Jalan Gunung Batu, Kecamatan Cicendo, dan Jalan Sukabumi Dalam di Kecamatan Batununggal.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat menegaskan pembatasan pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti bukan tanpa alasan.

ADVERTISEMENT

Kepala DLH Jawa Barat Ai Saadiyah Dwidaningsih menjelaskan kapasitas Sarimukti kini sudah sangat terbatas. Ia menegaskan, provinsi sebenarnya hanya membantu pengelolaan secara regional bagi beberapa wilayah, sementara tanggung jawab utama tetap berada di pemerintah kabupaten dan kota.

"Sarimukti itu sifatnya membantu secara regional beberapa wilayah. Saat ini kami sedang menyiapkan Legoknangka. Karena Sarimukti terbatas, kami perlu melakukan pembatasan agar masa layanannya bisa bertahan dua tahun lagi," jelas Ai saat dihubungi detikJabar, Kamis (13/11/2025).

Menurutnya, jika pembatasan tidak dilakukan, TPA Sarimukti bisa tutup dalam waktu singkat.

"Kalau sekarang bebas misalkan, mungkin satu dua bulan atau enam bulan ke depan sudah tutup Sarimukti. Jadi pembatasan ini justru untuk menjaga agar Sarimukti tetap bisa memberikan layanan sampai Legoknangka beroperasi," ujarnya.

Namun, Ai menilai persoalan tumpukan sampah di Bandung dan daerah sekitarnya bukan sepenuhnya akibat kebijakan pembatasan, melainkan karena kurangnya kesiapan dan kedisiplinan kabupaten dan kota dalam mengelola sampah di wilayahnya sendiri.

"Kami butuh kerja sama dari kabupaten dan kota, jangan semuanya dibuang ke Sarimukti. Sampah yang masuk ke Sarimukti itu seharusnya hanya residu, artinya sudah diolah di hulu. Organik tidak boleh masuk karena membebani volume dan memperberat produksi lindi. Tapi kenyataannya kabupaten dan kota tidak disiplin untuk hal itu," tegas Ai.

Ia menambahkan, DLH Jabar sudah berulang kali memberi peringatan bahwa kapasitas Sarimukti semakin menipis. Bahkan, pemerintah provinsi telah mengimbau daerah untuk memperkuat pengelolaan di tingkat hulu, mulai dari edukasi masyarakat, pengaktifan bank sampah, hingga pembangunan TPS3R.

"Sering sekali kita sampaikan bahwa Sarimukti darurat. Maksudnya, kabupaten/kota harus siapkan langkah pengelolaan mandiri. Jangan semua dibebankan ke Sarimukti," tuturnya.

Ai menegaskan, sesuai Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, tanggung jawab utama ada di kabupaten/kota. Pemerintah provinsi hanya berperan membantu ketika daerah tidak mampu menyelesaikan persoalannya.

"Kalau melihat UU 18 tahun 2008 itu kewenangan pengolahan sampah di kabupaten/kota. Jadi kami membantu ketika kabupaten/kota tidak mampu menyelesaikan. Tapi membantu bukan berarti mengambil alih," kata Ai.

DLH Jabar berharap daerah lebih proaktif menyiapkan sistem pengolahan sampah alternatif agar krisis seperti sekarang tidak terus berulang setiap kali TPA Sarimukti mencapai batas daya tampungnya.

"Seharusnya kalau kabupaten/kota prepare, mereka sudah punya pengolahan lain selain ke Sarimukti. Sarimukti harus dijaga bersama, bukan hanya dibebani," pungkas Ai.

(bba/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads