Dendi, M Daming, Encep Mulyana, Ence Maulana, Edi Hermawan, Moh Sabilil Mutaqin, Risman Nuhadi, hingga Yudiansyah, satu per satu maju ke hadapan majelis hakim untuk mendengarkan putusan.
Di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Cibadak yang penuh sesak, Ketua Majelis Hakim Maruli Tumpal Sirait membacakan vonis, didampingi hakim anggota Alif Yunan dan Yahya Wahyudi. Puluhan warga yang duduk rapat memenuhi bangku pengunjung terpantau tetap tertib.
Pantauan detikJabar, pembacaan putusan dilakukan bergantian. Terdakwa pertama, dalam perkara 266/Pid.B/2025/PN Cbd, yakni Hendi dan M Daming, dijatuhi hukuman 5 bulan penjara. Keduanya dinyatakan bersalah atas tindak pengeroyokan yang menyebabkan korban mengalami luka ringan dan luka berat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Vonis berikutnya menyusul untuk perkara 267/Pid.B/2025/PN Cbd, dengan terdakwa Encep Mulyana, Ence Maulana, dan Edi Hermawan, yang juga disebut melakukan pengeroyokan dengan akibat serupa. Hukuman yang dijatuhkan sama, 5 bulan penjara.
Masih dalam perkara yang sama, terdakwa Moh Sabilil Mutaqin dan Risman Nuhadi turut menerima putusan 5 bulan penjara atas tindak pengeroyokan yang menyebabkan luka ringan dan luka berat.
"Dipotong masa hukuman, jadi menjalani sekitar dua bulanan lagi," kata Maruli usai membacakan amar putusan, Senin (10/11/2025).
Vonis terakhir dibacakan untuk Yudiansyah, terdakwa dalam perkara 273/Pid.B/2025/PN Cbd. Berbeda dengan terdakwa lain yang terjerat pasal pengeroyokan, ia didakwa melakukan penghancuran atau perusakan barang. Vonis majelis hakim tetap sama, 5 bulan penjara.
Di ruang sidang, Maruli menegaskan bahwa perkara ini tidak berkaitan dengan konflik agama atau intoleransi sebagaimana yang sempat muncul di media sosial.
"Sudah jelas ini bukan apa namanya konflik beragama atau ada unsur ke sana. Yang kami sesalkan ini ada framing-framing di media sosial yang diciptakan sedemikian rupa," ucapnya.
Suasana pengadilan tampak ramai sejak pagi. Sejumlah warga hadir memberi dukungan, sebagian menunggu di luar ruang tahanan untuk menyambut para terdakwa ketika digiring masuk ke ruang sidang.
Selawat terdengar pelan, tangan saling dijabat, beberapa pelukan diberikan. Petugas keamanan mengatur arus keluar-masuk agar sidang tetap berjalan tanpa gangguan.
Setelah sidang ditutup, kuasa hukum para terdakwa memberikan penjelasan. Abdullah, dari Kongres Advokat Indonesia (KAI), hadir bersama Ali Saepul SH dari Peradi SAI, serta Yayu Fitri Yuniarti dari KAI.
"Iya betul 5 bulan, dan tadi pas kondisi diawal bahwa kami juga melakukan, dilihat dari dakwaan, terus kita eksepsi, putusan sela, berikut dengan pihak saksi menguatkan ternyata kita juga tidak melakukan sifatnya frontal yang berhubungan dengan non muslim atau beragama," ujarnya.
Ia menegaskan kembali bahwa perkara ini tidak berkaitan dengan intoleransi. "Dan kebetulan pas dijelaskan barusan di dalam putusan dan menimbang itu bahwa kita sepakat bahwa itu bukan dari intoleran itu murni kesalahpahaman antara pemilik villa tersebut dengan pihak masyarakat," katanya.
Menurutnya, peristiwa tersebut terjadi tanpa perencanaan.
"Jadi, diduga ini pun hanya spontanitas tidak terencana dan makanya hari ini vonis mungkin di angka 5 bulan," tegasnya.
Abdullah kembali menekankan tidak ada unsur SARA dalam perkara itu. "Tidak ada, yakinkan tidak ada, hasil pembuktian alat saksi dan itu tidak ada tidak ada," ucapnya.
(sya/yum)










































