Kabupaten Sukabumi masih menghadapi pekerjaan panjang dalam penanganan kawasan permukiman kumuh. Berdasarkan penetapan lokasi melalui keputusan bupati, luas kawasan kumuh yang tercatat pada tahun 2020 mencapai 682,57 hektare dan tersebar di 61 desa dan kelurahan.
Sejak itu, penanganan dilakukan bertahap melalui peningkatan kualitas lingkungan dan perbaikan infrastruktur dasar.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Sukabumi, Sendi Apriadi, mengatakan bahwa progres pengurangan kumuh dilakukan secara bergulir setiap tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada tahun 2020 terdapat 682,57 Ha, sesuai dengan SK Bupati No. 640/Kep.492-DPKP/2020 tentang Lokasi Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Kawasan Permukiman Kumuh Berkelanjutan," ujar Sendi, Senin (10/11/2025).
Upaya pengurangan dilakukan melalui penataan kawasan berbasis perbaikan infrastruktur. Program yang berjalan tidak hanya berupa fisik, tetapi juga menyentuh penguatan komunitas hingga pengelolaan lingkungan setelah pembangunan selesai.
"Disperkim akan berfokus pada perbaikan dan penyediaan fasilitas dasar di lokasi kumuh, seperti akses jalan lingkungan, sistem drainase, pengelolaan air limbah (sanitasi), pengelolaan sampah, dan penerangan jalan umum," kata Sendi.
Sendi menegaskan, penanganan kawasan kumuh di Sukabumi tidak diarahkan pada relokasi massal. Pemerintah memilih memperbaiki lingkungan tempat warga sudah tinggal agar rumah tangga tetap memiliki ruang sosial yang familiar dan jaringan hidup yang sudah terbentuk.
"Program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni memungkinkan warga tetap tinggal di lokasi mereka saat ini," ujarnya.
Keterlibatan warga menjadi bagian penting dari proses ini. Perencanaan dilakukan bersama masyarakat melalui musyawarah, warga terlibat dalam gotong royong perbaikan lingkungan, dan kelompok masyarakat dibentuk untuk mengelola hasil pembangunan.
"Masyarakat dapat terlibat dalam penataan kawasan kumuh melalui partisipasi aktif sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan dan pemeliharaan," tambah Sendi.
Pendekatan berbasis komunitas ini juga diterapkan untuk memastikan keberlanjutan. Setelah infrastruktur selesai, warga membentuk tim operasional dan pemeliharaan agar fasilitas tetap berfungsi. Perubahan ini menghindarkan kawasan dari kembali jatuh ke kondisi kumuh di kemudian hari.
Penanganan kawasan kumuh di Sukabumi juga berjalan dengan dukungan berbagai program, termasuk kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, hingga model replikasi lokal seperti Program Penanganan Kumuh Terpadu (P2KT) yang mengintegrasikan penataan fisik, ekonomi, dan lingkungan dalam satu kawasan.
Perjalanan mengurangi kumuh bukan proses cepat. Dari ratusan hektare kawasan yang masuk kategori kumuh, sebagian sudah membaik, tetapi masih terdapat area yang perlu ditangani secara bertahap. Yang berubah adalah cara penanganannya: dari sekadar memperbaiki bangunan, menjadi upaya memperbaiki ruang hidup bersama.
"Perbaikan jalan lingkungan, drainase yang lebih teratur, sanitasi yang layak, rumah yang lebih sehat, hingga ruang untuk warga berinteraksi adalah hasil yang mulai dirasakan di kawasan yang telah ditata. Perubahan ini mungkin hadir perlahan, tetapi terasa dalam kehidupan sehari-hari," jelas Sendi.
(sya/yum)










































