Di sejumlah wilayah selatan Kabupaten Sukabumi, air bersih tidak selalu hadir kapan saja. Banyak warga masih mengandalkan sumur gali atau sumber air permukaan yang kualitasnya berubah mengikuti musim.
Ketika kemarau panjang, debit air menyusut dan sebagian warga terpaksa menggunakan air yang kualitasnya kurang ideal.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Sukabumi, Sendi Apriadi, mengatakan kondisi geografis menjadi salah satu penyebab utama persoalan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kondisi akses masih menghadapi tantangan signifikan, terutama saat musim kemarau. Kondisi geografis berupa perbukitan dan pegunungan mempersulit penyediaan infrastruktur air bersih yang optimal dan merata," ujar Sendi Apriadi, didampingi Kepala Bidang Air Minum dan Sanitasi, Agus Hilmansyah.
Di banyak desa, ketersediaan air bersih masih bergantung pada sumber air alami.
"Banyak wilayah, terutama di pedesaan dan daerah topografi sulit, masih sangat bergantung pada sumber air alami seperti sumur gali atau air kolam, yang kuantitasnya menurun drastis saat kemarau," jelasnya.
Risiko kesehatan pun meningkat ketika kualitas air turun, terutama pada anak-anak dan lansia. Situasi ini menjadi lebih kompleks di wilayah selatan.
"Di daerah selatan Sukabumi, tantangan akses air bersih diperparah oleh topografi curam dan kerusakan infrastruktur akibat bencana seperti longsor dan banjir," kata Sendi.
Untuk menjawab kondisi ini, Disperkim menjalankan beberapa program berbasis pemberdayaan warga. Salah satu langkah utama adalah pembangunan sarana dasar air bersih.
"Disperkim secara aktif terlibat dalam proyek pembangunan infrastruktur air bersih seperti menara air, keran umum, dan jaringan perpipaan di berbagai wilayah," ujarnya.
Selain itu, program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) menjadi salah satu ujung tombaknya. Program ini didukung pemerintah pusat dan menekankan keterlibatan penuh warga.
"Program ini bertujuan untuk meningkatkan penyediaan air minum dan sanitasi dengan menekankan peran aktif masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan sistem secara berkelanjutan," jelasnya.
Dalam skema ini, warga bukan hanya penerima manfaat, tetapi juga pengelola fasilitas. Mereka menarik iuran, mengatur pemakaian, dan melakukan perawatan rutin. Langkah ini penting karena air bersih tidak cukup dibangun, tetapi harus terus dijaga agar tetap berfungsi.
Program sanitasi berjalan berdampingan dengan penyediaan air bersih.
"Disperkim menjalankan program pengelolaan dan pengembangan sistem air limbah untuk memastikan sanitasi lingkungan yang layak, termasuk pembangunan SPALD-S dan pembangunan IPLT di tingkat kabupaten," sebut Sendi.
Dengan kata lain, penanganan air bersih tidak berdiri sendiri. Ia terhubung dengan sanitasi, kesehatan, dan kemampuan warga mengelola sarana secara mandiri.
Masalah topografi dan cuaca mungkin tidak bisa dihilangkan. Namun berbasis masyarakat, pembangunan sarana yang sesuai kebutuhan, serta kolaborasi lintas instansi, akses air bersih di selatan Sukabumi bergerak ke arah yang lebih baik.
"Air bersih bukan hanya soal ketersediaan. Ia fondasi kualitas hidup," pungkas Sendi.
(sya/dir)











































