Sikap Tenang Dedi Mulyadi Hadapi Pemangkasan TKD

Jejak Pradana

Sikap Tenang Dedi Mulyadi Hadapi Pemangkasan TKD

Bima Bagaskara - detikJabar
Jumat, 07 Nov 2025 13:00 WIB
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi.
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi. (Foto: Agung Pambudhy/detikcom)
Bandung -

Kala sejumlah gubernur memilih mendatangi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk memprotes pemotongan Transfer ke Daerah (TKD) tahun 2026, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi justru mengambil langkah berbeda.

Diketahui, alokasi TKD untuk Provinsi Jawa Barat pada tahun anggaran 2026 dipangkas sekitar Rp2,4 triliun. Imbasnya, besaran Rencana Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (RKUA-PPAS) yang semula disepakati Rp31 triliun kini menyusut menjadi Rp28,4 triliun.

Alih-alih ikut menyuarakan penolakan, pria yang akrab disapa KDM ini memilih tetap bersikap tenang dan fokus memformulasikan ulang struktur anggaran agar tetap efisien meski alokasi dana dari pusat berkurang. Dedi memandang situasi ini bukan sebagai pemangkasan, melainkan sekadar penundaan pembayaran.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya tidak mau menganggap itu pengurangan, saya menganggap itu adalah penundaan pembayaran. Karena kalau pengurangan itu, tidak mungkin dilakukan. Dana transfer daerah dan bagi hasil pajak adalah hak daerah yang diatur undang-undang. Ada ketentuannya, ada persentasenya," ucap Dedi dalam program Jejak Pradana yang dipandu Pemimpin Redaksi detikcom Alfito Deannova Ginting, beberapa waktu lalu.

ADVERTISEMENT

Menurut Dedi, ketika kas negara kembali stabil dan prioritas kebutuhan nasional terpenuhi, dana tersebut akan dikembalikan ke daerah karena statusnya bukan penghapusan, melainkan penundaan. "Jadi saya menganggap itu adalah penundaan yang kalau penundaan manakala kas negara relatif cukup dan kebutuhan-kebutuhan yang menjadi prioritas sudah terpenuhi, maka itu bisa menjadi hak daerah untuk diberikan kembali karena itu undang-undang kita bicaranya," ujar dia.

Meski pemerintah pusat beralasan langkah ini dilakukan demi efisiensi dan memperbaiki tata kelola belanja daerah, Dedi menilai argumentasi tersebut tidak sepenuhnya tepat. Sebab, kata dia, kepala daerah sudah memiliki mekanisme kontrol internal terhadap penganggaran.

"Gubernur punya otoritas untuk mengevaluasi pengajuan anggaran dari kabupaten dan kota. Di Jabar, saya sudah buat surat edaran untuk Bappeda, badan keuangan daerah, bupati, sekda, dan wali kota. Misalnya, 7,5 persen dari bagi hasil pajak kendaraan bermotor wajib dialokasikan untuk infrastruktur jalan, sementara pajak air harus diprioritaskan bagi masyarakat di sekitar sumber air," tutur Dedi.

Dia menegaskan, setiap usulan anggaran dari daerah wajib memiliki output dan outcome yang jelas. Jika tidak tepat sasaran atau tidak memberi manfaat langsung bagi publik, gubernur berhak mengembalikan rancangan tersebut untuk diperbaiki.

Gubernur Jabar Dedi Mulyadi.Gubernur Jabar Dedi Mulyadi. (Foto: Agung Pambudhy/detikcom)

Lebih jauh, Dedi menyoroti lemahnya kemampuan teknokratis sebagian kepala daerah dalam menyusun anggaran. Menurutnya, banyak daerah yang masih berorientasi pada rutinitas birokrasi ketimbang kebutuhan riil masyarakat.

"Kepala daerah ini tidak menyusun anggaran berdasarkan idenya, tapi menyusun anggaran berdasarkan dari organisasi perangkat daerah dan dinas teknisnya itu selalu menggunakan parameter yang kadang bersifat rutinitas, copy paste anggaran," ucapnya.

"Kalau sudah seperti itu enggak akan ada pembangunan yang menonjol makanya diperlukan kepala daerah memahami detail teknis dan di seluruh rancangan anggaran yang akan dibuat agar visi misi yang disampaikan bisa terwujud," kata Dedi menambahkan.

Terkait kebijakan pemerintah pusat yang memotong TKD untuk mendukung berbagai program nasional seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Dedi menjelaskan dirinya tetap berada pada posisi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. "Sejak awal saya menyatakan menerima dan saya tidak akan mengajukan nota keberatan karena saya adalah wakil pemerintah pusat di daerah, apapun yang menjadi kebutuhan pemerintah pusat pasti kita mentaatinya, untuk gubernur nggak pernah bisa berseberangan dengan pemerintah pusat," ujarnya.

Namun begitu, ia berharap jika serapan anggaran di daerah berjalan efisien yang diikuti indeks pembangunan yang baik dan ekonominya meningkat. Dedi menegaskan tidak ada alasan bagi pemerintah pusat untuk menunda pembayaran TKD.

"Kalau nanti ada daerah yang belanjanya tepat, pembangunannya baik kemudian laju pertumbuhan ekonomi baik, angka kemiskinannya menurun, indeks pendidikan yang meningkat karena kemampuan pengelolaan keuangan, maka saya menyampaikan nanti tidak ada alasan terhadap penundaan pembayaran daerah kepada kami," kata Dedi.

Jejak Pradana adalah potret dedikasi setahun pertama untuk negeri. Talk show inspiratif ini akan menghadirkan pemangku kepentingan dari pemerintah maupun swasta yang berdedikasi memajukan negeri dalam setahun terakhir. Saksikan konten lengkapnya di detik.com/jejak-pradana.

Halaman 2 dari 2
(bba/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads