Rumah Kosong di Jepang Memang Gratis, Tapi...

Rumah Kosong di Jepang Memang Gratis, Tapi...

Wildan Alghofari - detikJabar
Sabtu, 01 Nov 2025 11:00 WIB
Banyaknya jumlah rumah kosong yang ditinggalkan di Jepang semakin tinggi. Fenomena ini disebut dengan akiya.
Mengenal Fenomena Akiya di Jepang (Foto: Getty Images/Buddhika Weerasinghe)
Bandung -

Sejumlah otoritas daerah di Jepang menawarkan akiya (rumah kosong) dengan harga yang sangat rendah, bahkan gratis untuk menarik penduduk baru ke wilayah dengan populasi rendah.

Fenomena ini terjadi karena penurunan tingkat kelahiran, urbanisasi yang tinggi, dan banyaknya rumah warisan yang tidak terawat. Akibatnya, banyak rumah yang tidak terpakai dan dibiarkan dalam kondisi yang kurang baik.

Fenomena akiya di Jepang memang telah menjadi perhatian serius dalam beberapa tahun terakhir. Hampir 14% dari total rumah yang ada di Jepang, dengan lebih dari 9 juta rumah kosong pada tahun 2023. Masalah ini tidak hanya berdampak pada sektor properti, tetapi juga pada struktur bangunan dan biaya renovasi yang harus ditanggung oleh calon penghuni rumah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di balik harga murah, akiya menyimpan tantangan dalam hal renovasi dan legalitas. Artinya harga yang murah tersebut bukan tanpa konsekuensi, terlebih soal kondisi fisik bangunan.

Menurut laporan dari Old Houses Japan, harga renovasi dapat bervariasi tergantung pada kondisi rumah dan tingkat kerusakan. Sebagai contoh, renovasi ringan penggantian lantai akan dikenakan biaya sekitar ¥1.000 atau Rp 108.600 per meternya (kurs Rp 108,6/yen). Sedangkan, untuk renovasi besar yang mencakup perubahan struktur rumah, biaya bisa mencapai ¥10.000.000 hingga ¥40.000.000 atau Rp 1,08 - 4,34 miliar.

ADVERTISEMENT

Selain itu, biaya tambahan seperti izin bangunan, biaya arsitek, dan utilitas publik juga perlu dipertimbangkan. Berdasarkan situs Real Estate Resources, biaya tersebut bisa mencapai ¥20.000.000 atau Rp 2,17 miliar bahkan lebih.

Tantangan lain yang muncul, tidak hanya soal biaya, tetapi juga perihal teknis dan administratif. Banyak akiya yang memiliki masalah struktural seperti kayu yang membusuk, atap bocor, atau sistem pipa yang usang. Perbaikan ini membutuhkan keahlian khusus.

Proses pembelian dan renovasi juga seringkali terhambat oleh administrasi yang rumit. Beberapa daerah memiliki peraturan ketat mengenai renovasi rumah lama, terutama yang berada di daerah bersejarah dan pertanian.

Di daerah pedesaan, juga sulit menemukan pekerja konstruksi yang berpengalaman dalam renovasi rumah lama. Hal ini juga dapat memperlambat proses renovasi dan dapat meningkatkan biaya.

Meskipun terdapat tantangan, akiya memberikan peluang yang sangat berpotensi. Beberapa pemerintah lokal menawarkan insentif seperti subsidi, potongan pajak, dan pinjaman dengan bunga yang rendah untuk mendorong renovasi akiya.

Selain itu, banyak akiya yang telah berhasil diubah menjadi penginapan tradisional atau juga bangunan seni. Di beberapa daerah, akiya memang dimanfaatkan untuk menjadi sumber pendapatan di sektor pariwisata. Dengan hal tersebut, maka akan tercipta peluang pekerjaan sektor pariwisata di sekitar akiya yang dihuni.

Bagi pembaruan populasi daerah, renovasi akiya dapat membantu menghidupkan kembali wilayah di suatu daerah. Hal itu tentu juga berdampak pada pengurangan jumlah rumah kosong yang berpotensi menjadi masalah sosial.

Itulah beberapa tantangan dan peluang untuk merenovasi rumah akiya. Bagi kamu yang tertarik bekerja di Jepang dan berencana menempati akiya, semoga artikel ini dapat membantu.

Artikel ini telah tayang di detikproperti

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads