Awan hitam turun dari langit di wilayah Kampung Kondang, Desa Tanjungrasa, Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang. momen itu direkam oleh warga dan viral di media sosial (medsos).
Kejadian awan yang turun menyebar baik di area persawahan dan area pemukiman itu terjadi pada Jumat (24/10) lalu itu sempat membuat geger warga sekitar.
Berikut 6 fakta dalam kejadian ini:
Viral di Medsos
Dilihat detikJabar dari video yang beredar, gumpalan awan itu berukuran besar dan terlihat berwarna hitam. Saat turun di tanah terlihat awan itu berbentuk layaknya busa. Saat dikonfirmasi kepada warga setempat gumpalan itu punya aroma bau.
"Kelihatannya kayak busa, pak. Beda, cuma warnanya hitam. Terbang di udara gitu. Yang satu jatuh di depan warung saya," ujar warga setempat, Agung Adami, saat ditemui di depan warungnya, tepat di titik awan hitam itu, Rabu (29/10).
Agung dan warga awalnya mengira awan hitam, ada juga yang beranggapan itu bentuk parasut dengan jumlah yang banyak dan tersebar di sejumlah titik. Saat didekati, kondisi awan itu sedikit mengeluarkan aroma yang kurang sedap.
"Baunya sih asem sedikit. Terus pas disiram air langsung hilang," katanya.
Awan Hitam dari Pabrik
Masih kata Agung, awan hitam ini baru pertama kali terjadi di Subang. Warga menduga awan itu berawal dari pabrik di sekitar lokasi
"Orang-orang bilangnya dari pabrik. Di sini ada dua pabrik paling dekat, satu produksi gula cair, satunya tepung. Tapi belum tahu pastinya dari mana," ungkapnya.
Hal senada disampaikan Upah (58), petani yang masih tampak kebingungan menggambarkan kejadian itu. "Banyak. Tahu-tahu terbang aja di langit. Kebawa angin, dikira parasut," ujarnya.
Ia mengaku tidak sempat mendekat dan hanya melihat dari jauh. "Enggak tahu itu busa apa. Warga juga biasa aja sih, cuma pada lihat," ucapnya.
DLH Telusuri Awan Hitam
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat, Ai Saadiyah Dwidaningsih, mengonfirmasi bahwa pihaknya sudah menurunkan tim untuk melakukan penelusuran.
"Masih dicek oleh Tim Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup (PPLH)," kata Ai.
Ai menyebut, hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan resmi dari tim di lapangan mengenai sumber dan kandungan zat dari busa misterius tersebut.
"Masih dicek, belum ada laporan dari tim," ujarnya singkat.
Penelusuran BMKG
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bandung memastikan bahwa fenomena tersebut bukan disebabkan oleh proses alam.
"Berdasarkan hasil kajian awal dari aspek meteorologi (data), fenomena tersebut tidak termasuk dalam kejadian alam yang disebabkan oleh proses cuaca, awan, maupun aktivitas atmosfer lainnya," kata Kepala BMKG Bandung, Teguh Rahayu, dalam keterangannya.
Ayu, sapaan akrab Teguh Rahayu, menjelaskan bahwa secara ilmiah awan terbentuk dari proses kondensasi uap air di atmosfer yang memiliki pola, ketinggian, dan karakteristik tertentu. Ciri-ciri tersebut bisa diidentifikasi melalui citra satelit dan radar cuaca milik BMKG.
"Secara ilmiah awan terbentuk dari proses kondensasi uap air di atmosfer dengan pola, ketinggian, dan karakteristik tertentu yang dapat diidentifikasi oleh citra satelit dan radar cuaca BMKG," tambahnya.
Bukan Fenomena Alam
Dari hasil pengamatan tersebut, BMKG menyimpulkan bahwa gumpalan hitam itu kemungkinan besar berasal dari aktivitas di permukaan bumi, bukan dari proses atmosfer.
"Menurut kami fenomena yang tampak berupa gumpalan hitam tersebut lebih mungkin berasal dari aktivitas di permukaan bumi, misalnya dari proses industri, reaksi kimia limbah, atau aktivitas manusia lainnya yang menyebabkan terbentuknya busa atau material ringan yang kemudian terangkat oleh angin," ungkap Ayu.
Rekomendasi BMKG
Meski begitu, untuk memastikan sumber dan kandungan material gumpalan tersebut, BMKG merekomendasikan agar dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh instansi terkait.
"Namun untuk memastikan sumber serta kandungan materialnya, disarankan agar dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh instansi terkait, seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) atau BPBD setempat," sambungnya.
Ayu menegaskan bahwa pihaknya terus memantau kondisi cuaca dan atmosfer di wilayah Subang, serta siap memberikan dukungan data apabila dibutuhkan untuk kajian lanjutan oleh instansi berwenang.
(wip/yum)