Banjir bandang yang menerjang wilayah Kecamatan Cisolok dan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Senin (27/10/2025), masih menyisakan pertanyaan besar, apa penyebab sebenarnya air bah yang tiba-tiba datang sore itu?
Data terbaru dari BPBD Kabupaten Sukabumi mencatat sebanyak 902 kepala keluarga atau 2.798 jiwa terdampak, tersebar di dua kecamatan. Sedikitnya 47 rumah warga mengalami kerusakan, terdiri atas 27 rumah rusak berat, satu rusak sedang, dan 21 rusak ringan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah fasilitas publik juga terdampak, termasuk SDN Cikahuripan, Kantor Desa Cikahuripan, dan satu masjid di Kampung Tugu yang rusak akibat terjangan arus Sungai Cisolok.
Meski tidak ada korban jiwa, banjir ini menimbulkan kerugian besar. Warga masih berjibaku membersihkan lumpur, sementara pemerintah daerah menetapkan status tanggap darurat selama lima hari sejak Senin (27/10/2025) hingga Jumat (31/10/2025).
Di tengah upaya pemulihan, muncul dugaan penyebab banjir yang memantik perhatian publik. Bupati Sukabumi Asep Japar menduga banjir bandang kali ini turut dipicu oleh aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di kawasan hulu Sungai Cisolok.
"Iya, itu salah satunya akibat dari banyak adanya penambang liar. Kami akan tegas, kita akan tindak. Pemda Kabupaten Sukabumi insyaallah bersama dengan Pak Kapolres akan menindak penambang-penambang tidak jelas dan tidak punya izin, harus kita tindak tegas," kata Asep dalam video itu.
Pernyataan itu sempat viral setelah potongan video keterangan Asep tersebar di media sosial sejak Selasa (28/10/2025). Dalam video itu, Asep menegaskan aktivitas penambangan liar di wilayah hulu telah merusak keseimbangan lingkungan dan memperparah aliran air sungai.
"Iya, salah satunya ada beberapa penambang liar. Ya itulah akibatnya, tidak ada izin, kemudian amdalnya. Mereka tidak berpikir bahwa di bawah itu ada permukiman dan sebagainya," lanjutnya.
Namun pernyataan itu belum sepenuhnya dikonfirmasi secara teknis. Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kabupaten Sukabumi Eki Radiana mengatakan pihaknya masih fokus pada penanganan bencana dan belum melakukan analisis mendalam terkait kemungkinan keterkaitan banjir dengan aktivitas tambang ilegal.
"Kita belum menganalisa ke sana. Hanya mungkin kalau melihat banjir ini, pertama karena curah hujan sangat tinggi, kemudian banyak tanggul-tanggul jebol sehingga juga mengakibatkan air melebar ke kiri kanan sungai dan sekitarnya," kata Eki saat ditemui detikJabar, Rabu (29/10/2025).
Eki menambahkan, dari hasil pantauan awal, arus air yang membawa lumpur pekat menunjukkan adanya pendangkalan sungai di bagian hilir.
"Kalau melihat air sungai yang keruh begitu, ini ada pendangkalan. Mungkin pendangkalan itu pasti dari hulu. Nah, untuk akibat dari adanya PETI dan lain sebagainya, belum saya ketahui. Intinya indikasinya bahwa sungai ini membawa lumpur yang begitu banyak, diperkirakan di atas sana terjadi gundul sehingga pendangkalan," jelasnya.
Selain material lumpur, banjir bandang juga membawa batang-batang pohon berukuran besar dari arah hulu. Beberapa di antaranya tersangkut di jembatan dan pagar rumah warga. Di kawasan permukiman Desa Cikahuripan, batang pohon bahkan menembus tembok rumah dan menumpuk bersama puing perabotan.
Ukurannya mencapai diameter setengah meter, menandakan kuatnya arus air yang menyeret dari daerah atas. Warga meyakini batang pohon yang hanyut itu berasal dari kawasan perbukitan di sekitar hulu Sungai Cisolok yang kini banyak terbuka akibat aktivitas manusia.
Eki menegaskan, analisis teknis soal penyebab banjir baru akan dilakukan setelah penanganan darurat selesai. "Hanya kepastiannya, saya menganalisa dulu. Sekarang kita fokus penanganan," ujarnya.
Pantauan detikJabar di lokasi, aliran Sungai Cisolok tampak kembali tenang. Air yang dua hari lalu mengamuk dan menghantam permukiman kini mengalir pelan dengan warna keruh kecokelatan.
Di sepanjang bantaran sungai, terlihat rumah-rumah yang sebagian dindingnya hilang terseret arus, menyisakan genting yang berserakan dan pondasi yang menggantung di tepi tebing.
Rumput dan batang pisang di tepi sungai rebah searah arus, menandakan kuatnya terjangan air pada puncak banjir bandang, Senin lalu. Tumpukan batu besar dan material tanah menutup sebagian jalur air, sementara di sisi kanan terlihat puing tembok beton yang patah dan ambruk ke aliran sungai.
Di kejauhan, pegunungan hijau di kawasan hulu tampak tenang, seolah tak terjadi apa-apa. Namun di bawahnya, bekas luka bencana masih jelas ladang rusak, tanggul tergerus, dan rumah warga yang kini tak lagi berpenghuni.
Warga berharap pemerintah benar-benar menelusuri akar masalahnya, bukan sekadar reaktif pada gejala permukaan.
"Kalau memang karena tambang, ya ditutup. Tapi kalau karena hujan besar, tanggulnya segera diperbaiki," kata seorang warga di Desa Cikahuripan.
(sya/sud)










































