Di tengah riuh tepuk tangan para wisudawan, Diko Ilham Muhammad berdiri tegak di panggung wisuda STISIP Syamsul Ulum Sukabumi. Wajahnya tenang, tapi matanya berkaca-kaca.
Mahasiswa jurusan Ilmu Pemerintahan itu baru saja dinobatkan sebagai mahasiswa terbaik, dengan IPK 3,78. Namun di balik toga dan medali yang ia kenakan, tersimpan kisah hidup yang menggetarkan hati.
Sejak kecil, Diko tumbuh tanpa kehadiran orang tua. Ia dibesarkan oleh neneknya di tengah keterbatasan. Sejak SMP hingga SMK, perjuangannya ditempuh seorang diri. Hingga akhirnya, di penghujung masa sekolah, kehidupan membawanya pada pertemuan yang menjadi titik balik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya baru bertemu ibu saat kelas 3 SMP, dan baru melihat wajah ayah kelas 3 SMK," tutur Diko lirih kepada detikJabar di Sulanjana, Selabintana, Kabupaten Sukabumi, Selasa (14/10/2025).
"Di keluarga saya tidak ada yang pernah wisuda, bahkan sebagian besar hanya lulusan SD atau SMP. Maka saya ingin jadi orang pertama yang membanggakan mereka," sambungnya.
Pertemuan itu menjadi api yang menyalakan tekadnya. Diko ingin mengubah nasib keluarga, bukan dengan keluhan, tapi lewat pendidikan dan pengabdian.
Masuk ke STISIP Syamsul Ulum, Diko tak sekadar kuliah. Ia aktif berorganisasi hingga dipercaya menjadi Presiden Mahasiswa (Presmas) di BEM. Selain itu, ia juga meraih beasiswa, yang membantu menanggung biaya studinya selama delapan semester.
Baca juga: Drone Tak Biasa Buatan ITB |
"Perjuangan ini butuh konsistensi dan kesabaran. Dukungan orang tua dan dosen jadi motivasi besar buat saya," ujarnya.
Di kampus, Diko dikenal bukan hanya cerdas, tapi juga berjiwa sosial. Ia aktif di pilar sosial, sebuah gerakan kemasyarakatan yang bekerja tanpa gaji.
"Itu panggilan hati. Ilmu sosial dan politik yang kita pelajari di kampus harus diterapkan untuk masyarakat," ucap dia.
Momen bertemu kembali dengan orang tua menjadi fondasi semangat Diko. Dari sanalah perjuangan barunya dimulai, memperjuangkan martabat keluarga lewat pendidikan.
"Dulu saya merasa sendirian, tapi setelah dipertemukan kembali dengan orang tua, saya tahu bahwa semua perjuangan tidak sia-sia. Sekarang kami sudah bersatu lagi," katanya sambil tersenyum.
Meski sudah menoreh prestasi gemilang, Diko tak ingin berhenti. Ia berencana melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 jika diberi kesempatan. "Belajar itu tidak pernah membosankan. Saya ingin terus menimba ilmu dan mengabdi kepada masyarakat," ujarnya.
Bagi Diko, hidup bukan tentang berapa kali jatuh, tapi seberapa kuat seseorang bangkit. Dari bocah yang tumbuh bersama nenek hingga menjadi mahasiswa terbaik STISIP Syamsul Ulum, Diko telah membuktikan titik balik bukan akhir, melainkan awal dari perubahan besar.
Ketua STISIP Syamsul Ulum Sukabumi, Aang Rachmatullah menambahkan, tahun akademik 2024/2025 ini diikuti oleh sekitar 311 wisudawan dari dua program studi yaitu Ilmu Administrasi Negara dan Ilmu Pemerintahan. Ia mengaku bangga karena banyak mahasiswa yang menunjukkan kualitas dan prestasi, termasuk Diko.
"Alhamdulillah dari sekian ratus mahasiswa, ada sepuluh yang berprestasi, dan itu pencapaian yang baik. Tujuan kami adalah melahirkan sarjana yang berintegritas dan berkapabilitas," ujar Aang.
Ia juga berharap para lulusan bisa membawa perubahan positif bagi masyarakat. "Yang pertama, saya berharap para wisudawan berkontribusi terhadap kemajuan bangsa dan negara, khususnya Sukabumi dan sekitarnya. Dengan adanya lulusan dari kami, semoga bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Jawa Barat dan nasional," tutupnya.
(mso/mso)