Proyek eksplorasi perusahaan negara dituding jadi biang kerusakan ekosistem di pantai utara Karawang, ratusan nelayan daftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Karawang.
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kabupaten Karawang Raden Muhammad Sadli menuturkan nasib para nelayan di Pantai Muara, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang sudah dirugikan secara ekonomi oleh aktivitas eksplorasi perusahaan di lepas pantai muara Karawang.
"Nasib kita sebagai nelayan, tempat usaha kita sudah dikuasai oleh perusahaan, semua nelayan muara sudah tidak bisa usaha maksimal kaya dulu karena tempat kita nyari ikan sudah dikuasai perusahaan. Sementara Jawa Satu Power dari awal juga tidak memberikan kompensasi terhadap nelayan," ujar Sadli saat diwawancara detikJabar, di Pengadilan Negeri Karawang, Rabu (8/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menuturkan, para nelayan sudah berkali-kali melakukan mediasi bersama dengan pihak PT Jawa Satu Power untuk mencari solusi terkait mata pencaharian nelayan tersebut, namun hingga saat ini tidak ada tindak lanjut dari hasil mediasi tersebut.
"Kita berkali-kali mediasi dengan pihak Jawa Satu Power terkait nasib kami di laut muara, tapi belum ada ketegasan untuk menindaklanjuti hasil mediasi itu," kata Sadli.
Sebelum mendaftarkan gugatan class action, kata Sadli, para nelayan juga sudah menempuh upaya audiensi dengan pihak DPRD Karawang, namun hasilnya tetap buntu. "Kita juga sudah menempuh audiensi melalui DPRD tapi tetap buntu, mudah-mudahan gugatan class action ini apa yang jadi harapan kami bisa dikabulkan oleh majelis hakim," imbuhnya.
Saldi menuturkan, dampak dari aktivitas eksplorasi oleh PT Jawa Satu Power telah berdampak signifikan terhadap mata pencahariannya, selain itu hasil lab menunjukkan tingkat keasaman berubah hingga berdampak pada penurunan aktivitas ekologi di wilayah tersebut.
"Dampak yang signifikan sih ekonomi, kita biasanya nelayan bisa dapat Rp300-400 ribu sehari, sekarang Rp50 ribu aja susah saking jarangnya ikan di wilayah tangkapan kita karena sekarang ada aktivitas Jawa Satu Power," ungkapnya.
Akibat dari hal tersebut, kata Sadli, banyak istri-istri nelayan terjerat utang di bank emok terancam gagal bayar. Ia menyimpulkan nasibnya dan para nelayan lain mengalami kebangkrutan usaha.
"Dampak dari penghasilan yang berkurang signifikan banyak istri-istri nelayan berhutang bank emok sampai gagal bayar, jadi kita mengalami kebangkrutan," ucap Sadli.
Oleh sebab itu, para nelayan memperjuangkan haknya melalui gugatan class action di Pengadilan Negeri Karawang, sebab kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.
"Ini gak bisa dibiarkan berlarut-larut, makanya kita lakukan gugatan, ini aktivitas baru beberapa tahun kebelakang sudah seperti ini, apa lagi proyek ini berjalan masih 25 tahun kedepan, nasib kita bagaimana," ujar dia.
Sementara itu, dikonfirmasi terpisah, Manager External Relation Jawa Satu Power Tig Djulianto menuturkan, pihak manajemen PT Jawa Satu Power sangat menghormati proses hukum yang sedang berjalan di PN Karawang.
"Sebagai bagian dari aspek kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku, PT Jawa Satu Power akan patuh dan mengikuti seluruh tahapan proses peradilan yang sedang berlangsung," ujar Djulianto saat dikonfirmasi detikJabar.
Dalam menjalankan proses bisnis dan operasional perusahaan, kata Djulianto, PT Jawa Satu Power juga berpegang teguh pada hukum dan peraturan yang berlaku termasuk hukum dan peraturan dalam bidang lingkungan hidup.
"PT Jawa Satu Power menjalankan operasional bisnis perusahaan berdasarkan SOP (standar operasional prosedur) yang berlaku dan selalu mengedepankan aspek kepatuhan," pungkasnya.
(sud/sud)