Kritik Tajam DPRD Jabar soal Gagasan Demul Donasi Rp 1.000/Hari

Kritik Tajam DPRD Jabar soal Gagasan Demul Donasi Rp 1.000/Hari

Bima Bagaskara - detikJabar
Senin, 06 Okt 2025 14:00 WIB
Ketua Fraksi PPP DPRD Jabar Zaini Shofari
Ketua Fraksi PPP DPRD Jabar Zaini Shofari (Foto: Bima Bagaskara/detikJabar)
Bandung -

Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang digagas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menuai kritik tajam dari kalangan legislatif. Salah satunya datang dari anggota Komisi V DPRD Jabar, Zaini Shofari yang menilai gerakan donasi Rp1.000 per hari itu justru berpotensi disalahartikan dan memunculkan beban baru bagi masyarakat.

Menurut Zaini, semangat gotong royong dan kesetiakawanan sosial memang penting, namun kebijakan seperti Poe Ibu yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor : 149/PMD.03.04/KESRA dinilainya terkesan dipaksakan atas nama solidaritas.

"Terkait dengan gerakan Sapoe Sarebu yang dicanangkan Gubernur Jabar, saya ingin menggarisbawahi, gerakan Poe Ibu ini gerakan yang menurut saya dipaksakan atas nama kesetiakawanan," ujar Zaini, Senin (6/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menilai, imbauan untuk menyisihkan uang seribu rupiah per hari bagi ASN, siswa sekolah, hingga masyarakat umum berpotensi menimbulkan persoalan baru. Terutama karena ASN pasti akan mengikuti arahan atasannya, sementara bagi siswa, kegiatan serupa bisa berbenturan dengan aturan larangan pungutan di sekolah.

ADVERTISEMENT

"ASN, siswa sekolah dan masyarakat diajak untuk menyisihkan seribu. Kalau ASN pasti akan mengikuti apa yang disampaikan oleh atasannya yaitu gubernur. Tapi bicara siswa sekolah, setiap ada pungutan apapun namanya di sekolah, itu dilarang, itu tidak boleh," tegasnya.

"Tapi sekarang gubernur mengajarkan, bahkan dilegalkan kalau itu bagian dari seribu rupiah itu seolah-olah soliditas, rereongan ada di situ," tambahnya.

Zaini mencontohkan, banyak aktivitas masyarakat yang justru dilarang dengan alasan serupa. Ia menyinggung fenomena warga yang meminta sumbangan di pinggir jalan untuk membantu pembangunan rumah ibadah atau pesantren.

"Saya contohkan, di pinggir jalan masyarakat meminta sumbangan bantuan untuk memfasilitasi sarana keagamaan, dilarang juga. Tapi tidak diberi solusinya. Untuk pesantren, majelis, atau lembaga keagamaan malah jadi nol untuk bantuan hibahnya," ujarnya.

Ketua Fraksi PPP ini juga mempertanyakan dasar hukum yang digunakan dalam gerakan ini. Menurutnya, meski Gubernur Jabar mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, praktik di lapangan justru menunjukkan adanya inkonsistensi dengan regulasi lain.

"Rereongan Sapoe Sarebu ini menyandarkan pada PP Nomor 39 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, tapi di satu sisi Gubernur menabrak terkait rombongan belajar yang tertuang dalam peraturan menteri pendidikan yang sebanyak 36 dioptimalkan jadi 50 siswa," jelas Zaini.

Bagi Zaini, kebijakan semacam ini mencerminkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola keuangan daerah. Alih-alih mencari solusi struktural terhadap keterbatasan anggaran, pemerintah justru mendorong masyarakat ikut menanggung beban yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara.

"Menurut saya, model seperti ini tidak bagus di dalam tata kelola bernegara khususnya dalam keuangan. Artinya, ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola tata keuangan negara, provinsi, sehingga masyarakat terus dilibatkan, padahal pajak masyarakat sudah hantarkan, sudah bayar," tegasnya.

Ia juga menyoroti cara pemerintah menggunakan alasan banyaknya pengaduan masyarakat di Lembur Pakuan Subang sebagai pembenaran bagi peluncuran gerakan ini.

"Jangan kemudian dengan dalih banyak masyarakat yang mengadukan ke Lembur Pakuan kemudian dijadikan alasan untuk memperkuat seolah-olah ini bagian dari kesetiakawanan," kata Zaini.

Menurutnya, semangat gotong royong sudah lama hidup di tengah masyarakat tanpa harus dilembagakan lewat surat edaran atau kebijakan formal.

"Masyarakat kalau ada yang sakit, tetangganya pasti bantu. Yang kurang mampu tidak makan, tetangganya pasti bakal bantu. Jadi jangan kemudian direduksi dengan institusionalisasi ini, masyarakat bergerak atas nama edaran. Tidak seperti itu," ucapnya.

"Masyarakat dari dulu rereongan, saling bantu, kerja sama satu sama lain," pungkas Zaini.




(bba/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads