Maraknya kasus keracunan massal akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah Jawa Barat memicu keresahan orang tua siswa. Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Jawa Barat menyatakan sikap keras dan mendesak pemerintah segera melakukan evaluasi menyeluruh.
Ketua Fortusis Jabar, Dwi Soebanto menilai rentetan kasus yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat, Bogor, Cianjur, Garut, Sumedang, Tasikmalaya, Sukabumi, hingga Kota Bandung, Cimahi, dan Cirebon menunjukkan bahwa penyelenggaraan MBG saat ini bermasalah serius.
"Kami sebagai orang tua khawatir dengan keselamatan anak-anak di sekolah. Menyimak maraknya keracunan MBG di Jawa Barat, kami mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut penyebabnya secara tuntas," kata Dwi Soebanto, Senin (29/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fortusis juga meminta Gubernur Jawa Barat untuk menghentikan sementara program MBG demi keselamatan siswa. Menurut mereka, untuk sementara alokasi dana MBG sebaiknya diberikan langsung kepada orang tua dengan pengawasan pihak sekolah.
"Memohon kepada Gubernur Jawa Barat agar menghentikan sementara MBG dan untuk sementara mengalihkan uang MBG kepada orang tua siswa dengan pengawasan pihak sekolah," tegas Dwi.
Tak hanya itu, Fortusis juga mengecam kebijakan yang mewajibkan guru mencicipi makanan MBG sebelum diberikan kepada siswa. Kebijakan itu dinilai membahayakan dan di luar kewenangan guru.
"Protes keras terhadap pejabat yang menginstruksikan kepada guru untuk mencicipi MBG oleh guru terlebih dahulu sebelum di makan oleh siswa sehingga terjadi keracunan seorang guru SD di Kabupaten Cianjur. Guru tidak punya kewenangan bertindak sebagai test food," ungkapnya.
Diberikan Kepada Siswa Dari Keluarga Tak Mampu
Sebagai langkah ke depan, Fortusis merekomendasikan agar program MBG lebih tepat sasaran dengan hanya diberikan kepada siswa dari keluarga tidak mampu. Dengan begitu, anggaran tidak membebani pemerintah sekaligus tetap melindungi hak anak dari keluarga miskin.
"Merekomendasikan MBG hanya di berikan kepada siswa dari kalangan keluarga tidak mampu karena siswa dari kalangan mampu sudah cukup pemberian gizi dari keluarga mereka sehingga tidak terlalu membebankan anggaran kepada pemerintah dan tidak menggangu/mengambil dari alokasi anggaran pendidikan," ujar Dwi.
Selain itu, Fortusis juga mendorong agar ke depan pengelolaan MBG bisa melibatkan kantin sekolah atau warung nasi di sekitar sekolah. Menurut mereka, langkah ini bisa sekaligus membantu perekonomian masyarakat kecil.
"Merekomendasikan ke depan MBG dikelola oleh kantin sekolah atau warung nasi sekitar sekolah sehingga dapat membantu usaha mereka sebagai masyarakat kecil," tandasnya.
(bba/yum)