Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga proyek ini menimbulkan kerugian negara hampir Rp2 triliun.
Penetapan tersangka diumumkan Kamis (4/9/2025). Usai ditetapkan, Nadiem langsung ditahan selama 20 hari di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peran Nadiem dalam Proyek Chromebook
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Nurcahyo Jungkung Madyo, memaparkan peran Nadiem. Ia menjelaskan, pada Februari 2020 Nadiem bertemu Google Indonesia untuk membahas program Google for Education menggunakan Chromebook.
"Dalam beberapa kali pertemuan yang dilakukan NAM dengan pihak Google telah disepakati bahwa produk dari Google yaitu Chrome OS dan Chrome Device Management (CDM) akan dibuat proyek pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi (TIK)," tutur Nurcahyo.
Kesepakatan itu kemudian ditindaklanjuti Nadiem dengan mengumpulkan jajaran Kemendikbudristek. Rapat virtual pun digelar untuk merancang kerja sama dengan Google. Kejagung mengungkapkan, tawaran serupa pernah diajukan Google, namun ditolak menteri pendidikan sebelumnya karena uji coba dinilai gagal.
Empat Tersangka Lain
Selain Nadiem, Kejagung telah menetapkan empat tersangka lain dalam kasus yang masuk periode program digitalisasi pendidikan 2019-2022, yakni:
- Sri Wahyuningsih (SW), Direktur Sekolah Dasar Ditjen PAUD Dikdasmen 2020-2021.
- Mulyatsyah (MUL), Direktur SMP Kemendikbudristek 2020.
- Jurist Tan (JT/JS), staf khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan era Nadiem.
- Ibrahim Arief (IBAM), konsultan perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah.
Kasus ini ditaksir menyebabkan kerugian negara Rp1,98 triliun.
Nadiem Gugat Status Tersangka
Nadiem tidak tinggal diam. Ia mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka dan penahanannya. Gugatan tersebut terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 119/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL.
"Hari ini daftar permohonan praperadilan atas nama Pak Nadiem Anwar Makarim," kata kuasa hukum Nadiem, Hana Pertiwi, Selasa (23/9/2025).
Hana menilai penetapan tersangka kliennya tidak memenuhi syarat hukum. "Penetapan tersangkanya karena tidak ada dua alat bukti permulaan yang cukup, salah satunya bukti audit kerugian negara dari instansi yang berwenang. Instansi yang berwenang itu kan BPK atau BPKP, dan penahanannya kan otomatis kalau penetapan tersangka tidak sah, penahanan juga tidak sah," ujarnya.
Sidang perdana praperadilan dijadwalkan digelar Jumat (3/10/2025).
Respons Kejagung
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna menyatakan pihaknya belum menerima pemberitahuan resmi dari pengadilan.
"Sampai saat ini, saya sudah cek, sampai saat ini tim penyidik dari Gedung Bundar belum menerima rilis permohonan praperadilan dari yang bersangkutan," ujarnya.
Anang menegaskan praperadilan adalah hak tersangka. "Itu merupakan suatu hak bagi tersangka dan penasihat hukumnya dan ini juga diatur dalam ketentuan baik KUHAP dan juga diperkuat juga oleh putusan MK tahun 2014, yang sebetulnya ini juga merupakan check and balance bagi kita sebagai aparat penegak hukum," katanya.
Namun, Anang menolak mengomentari lebih jauh terkait isi gugatan. Ia menegaskan pokok perkara akan dibahas dalam persidangan.
"Terkait dengan yang tadi disampaikan itu masuk ke pokok perkara, itu nanti lagi di persidangan," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di detikNews.
(idn/sud)