Tekanan akademis di China kembali menjadi sorotan setelah seorang anak berusia 11 tahun harus dilarikan ke rumah sakit akibat mengerjakan pekerjaan rumah (PR) tanpa henti selama 14 jam. Insiden ini terjadi pada 26 Agustus 2025 lalu.
Bocah bernama Liangliang itu mulai mengerjakan PR liburan musim panas sejak pukul 8 pagi hingga 10 malam, tanpa jeda sama sekali. Sekitar pukul 11 malam, kondisi kesehatannya menurun drastis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melansir detikHealth, ia mengalami napas terengah-engah, sakit kepala, anggota tubuh mati rasa, hingga jari-jarinya kaku. Menurut laporan, tekanan dari orang tua agar segera menyelesaikan PR membuat Liangliang terus memaksakan diri.
Di rumah sakit, dokter mendiagnosis Liangliang mengalami gangguan pernapasan akibat hiperventilasi. Tim medis memberikan masker pernapasan dan melatihnya mengatur irama napas. Perlahan, kondisinya membaik.
Rumah Sakit Pusat Changsha, tempat Liangliang dirawat, mencatat peningkatan signifikan kasus hiperventilasi di kalangan anak. Selama Agustus 2025 saja, tercatat lebih dari 30 remaja datang dengan keluhan serupa, 10 kali lipat dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Direktur Departemen Anak Rumah Sakit Pusat Changsha, Zhang Xiaofo, menjelaskan pemicu kondisi ini bukan hanya beban akademis, tetapi juga emosi tidak stabil, kecemasan ujian, pertengkaran, ketakutan mendadak, atau penggunaan ponsel terlalu lama.
"Kalau saja tekanan dari orang tua datang lebih awal, mungkin tidak perlu buru-buru mengerjakan PR di detik terakhir. Anak yang pintar biasanya sudah menyelesaikan jauh sebelumnya," ujar Xiaofo dikutip dari SCMP.
Ia menambahkan, hiperventilasi dalam kondisi ekstrem dapat berakibat fatal. Pertolongan pertama yang disarankan adalah menenangkan pasien dan menganjurkan mereka bernapas dalam kantong kertas atau plastik yang ditempelkan di mulut.
Kisah Liangliang memicu respons luas dari warganet di China. Banyak yang teringat pengalaman masa sekolah ketika harus mengebut PR menjelang akhir liburan.
"Aku jadi ingat masa sekolah dulu. Tiga hari penuh hanya untuk mengebut PR. Pernah sehari aku menulis tujuh esai, lalu besoknya menyelesaikan setengah buku latihan. Rasanya tidak akan pernah lupa," tulis seorang pengguna.
"Pengalaman anak ini jadi pengingat betapa pentingnya manajemen waktu," timpal netizen lain.
Artikel ini sudah tayang di detikHealth
(avk/dir)