Puluhan bocah di Kabupaten Bandung Barat (KBB) harus menerima pil pahit. Masa depan mereka direnggut orang dewasa yang tega menjadikannya pelampiasan berahi.
Angka kasus pencabulan yang dilaporkan orang dekat korban meningkat di tahun 2025 ini. Sampai September 2025, Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) KBB sudah menerima 82 laporan kasus pencabulan.
"Cenderung naik ya, tahun 2024 itu kita ungkap 71 kasus. Nah di tahun ini, baru sampai September sudah ada 82 kasus," kata Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak pada DP2KBP3A KBB, Rini Haryani saat dikonfirmasi, Jumat (19/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rini menyebut, dari 82 kasus yang sudah terungkap di tahun ini, jumlah korbannya lebih dari angka kasus. Sebab dari satu kasus pencabulan, rata-rata jumlah korbannya lebih dari satu orang.
"Seperti yang pelakunya bapak tiri itu 3 korban, lalu tukang parkir di Padalarang korbannya dugaan kami lebih dari 10 orang. Jadi sudah pasti lebih dari 82 korban," kata Rini.
Kebanyakan pelaku pencabulan terhadap anak di bawah umur ini juga biasanya merupakan orang dekat. Mulai dari ayah, paman, kakek, hingga tetangga.
"Mayoritas seperti itu, yang kemarin di KBB terungkap itu kan ayah tiri, kemudian tukang parkir tapi masih tetangga korban, intinya masih yang kenal dengan korban dan sering bertemu," kata Rini.
Pendampingan terhadap korban mesti dilakukan sampai tuntas. Hal itu karena korban pencabulan akan merasa sangat syok dan ketakutan karena pelakunya dari lingkaran terdekat mereka.
"Seperti yang dicabuli ayah tiri, sampai sekarang mereka tidak mau sekolah. Kemudian mereka syok, apalagi usianya sudah SMA, remaja namun masih di bawah umur. Sehingga pendampingan yang dilakukan mesti sampai tuntas," kata Rini.
Banyak faktor yang menyebabkan kasus pencabulan terus meningkat dan susah diberantas. Selain utamanya karena kontrol sosial yang minim, juga karena faktor hukuman yang diterima pelaku tak memberi efek jera.
"Memang kalau sesuai aturan itu hukumannya di atas 18 tahun, tapi ada yang di bawah itu bahkan ada yang di bawah 5 tahun. Itu karena pihak keluarga banyak yang tidak mau jadi saksi di persidangan, padahal kami selalu bilang akan kami dampingi kalau merasa takut. Makanya kami selalu bilang, kalau keterangan keluarga dan korban wajib disampaikan saat persidangan, jadi harus datang," kata Rini.
(mso/mso)