Sisi Bahaya Edit Foto Bareng Idola Menggunakan AI

Sisi Bahaya Edit Foto Bareng Idola Menggunakan AI

Wisma Putra - detikJabar
Sabtu, 20 Sep 2025 07:00 WIB
Ilustrasi AI
Ilustrasi penggunaan AI. (Foto: Getty Images/Supatman)
Bandung -

Edit foto diri sendiri diubah menjadi seperti miniatur sedang tren saat ini. Tak hanya itu, edit foto polaroid bareng idola seperti bareng artis atau pemain Timnas Indonesia juga sedang digandrungi, terutama para kawula muda.

Buat kamu yang tertarik mengikuti trend tersebut, kamu juga harus tahu dampak negatif tren tersebut, salah satunya mengancam privasi atau keamanan data pribadi. Hal tersebut diamini peneliti di Pusat Studi Komunikasi, Media, Budaya, dan Sistem Informasi, Universitas Padjadjaran (CMCI Unpad) Detta Rahmawan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Iya betul, di satu sisi ini mengancam privasi figur publik yang seringkali digunakan dalam pengeditan konten sintetis seperti contoh soal pemain timnas dan lain-lain. Di sisi lain, kita sebetulnya juga tidak pernah bisa menjamin keamanan data dari foto yang kita unggah ke berbagai aplikasi ini, dan sebetulnya yang kita 'setor' itu bisa jadi bukan hanya foto pribadi kita saja, tapi juga meta datanya. Data seperti setting camera, GPS/lokasi pengambilan foto, data perangkat yang digunakan untuk memfoto," kata Detta kepada detikJabar, Jumat (19/9/2025).

Disinggung mengapa banyak orang yang ikuti tren tersebut tanpa menimbang dampak negatifnya, Detta menyebut karena fomo alias ikut-ikutan.

ADVERTISEMENT

"Akhirnya memang banyak yang faktor terbesarnya fomo ya, dan kalau soal dampak negatif ini juga tercermin dari pemahaman sebagian besar masyarakat yang masih rendah soal privasi dan literasi digital," ujarnya.

Detta menyebut, paling bahaya jika kita yang mengikuti tren ini menganggap hal ini normal-normal saja, padahal ada ancaman keamanan data pribadi.

"Yang paling bahaya sebetulnya 'normalisasi' dari penyerahan data pribadi ke perusahaan teknologi, dan kita sebagai konsumen seakan pasrah saja datanya ditambang, dikumpulkan, dan dibuat menjadi komoditas yang diperjualbelikan oleh perusahaan-perusahaan teknologi, tanpa diberi pengungkapan soal keamanan data dan dampaknya," ungkanya.

"Bahaya lainnya, seperti sudah berulang kali disampaikan oleh akademisi dan pihak-pihak yang paham soal bahaya konten sintetis dari AI seperti ini terutama adalah pada potensi menjamurnya deepfake dan konten sintetis lain yang bernuansa pornografi, atau dapat digunakan untuk penyebaran disinformasi," tambahnya.

Dalam hal ini, menurut Detta warga harus meningkatkan literasi digitalnya, agar memahami positif dan negatifnya dari trend yang diikuti. Selain itu, pemerintah juga harus hadir dan melindungi warganya.

"Tentu saja paling masuk akal ya soal literasi digital harus ditingkatkan. Namun porsi terbesar seharusnya lebih ke pengaturan dari industri teknologi, yang hanya bisa didorong oleh pemerintah. Masalahnya pemerintah seringkali merasa kampanye digital saja cukup, padahal justru harus lebih banyak fokus ke soal regulasi dan terutama mendengarkan masukan-masukan dari organisasi masyarakat sipil yang kritis ke industri teknologi," terangnya.

Edit Foto Bareng Idola

Belum lama ini, sejumlah pemain Timnas Indonesia protes di medsosnya karena diedit menggunakan Ai yang dilakukan fansnya. Proses itu salah satunya diungkapkan Sandy Walsh, Justin Hubner dan Rizky Ridho.

Tak hanya berpose bareng, ada juga yang mengedit dengan pose merangkul, menggandeng bahkan mencium sang idola.

"Teman-teman, bisakah kita berhenti membuat editan seperti aku mencium gadis lain? Satu-satunya yang ingin aku cium hanyalah Jen," tulis Justin Hubner dalam unggahan eksklusifnya, dikutip dari detikHot.

Hubner memperlihatkan foto AI dirinya sedang mencium seorang perempuan. Sedangkan Rizky Ridho dalam foto AI yang dia perlihatkan, posenya sedang memeluk perempuan dari belakang.

"Teman teman minta tolong lebih sopan lagi ya, tidak perlu edit yang kayak gini," pesan Rizky Ridho.

Detta lagi-lagi menyebut jika hal itu didorong karena aktivitas yang ingin ikut-ikutan tren atau fomo. "Faktornya masih ada soal fomo sih, meskipun memang ini juga bisa dikaitkan dengan perilaku pemujaan terhadap selebritis dan figur publik yang berlebihan," ujarnya.

Jika kita atau publik figur jadi sasaran foto diedit dengan Ai demi memenuhi fantasinya, Detta sarankan untuk protes ke perusahaan teknologi tersebut, hingga membuat gerakan yang dapat menyadarkan masyarakat.

"Kalau yang keberatan adalah figur publik, sepertinya bisa dipikirkan upaya untuk menuntut langsung si perusahaan teknologi, ataupun membantu kampanye publik soal privasi digital dan literasi digital. Jika yang menjadi sasaran adalah warga biasa, bisa mencari bantuan ke lembaga-lembaga atau organisasi yang memang berfokus pada isu ini, kalau di Indonesia ya seperti SAFENET, dan juga meneruskan isu ini ke pihak pemerintah seperti KOMDIGI," pungkasnya.

(wip/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads