Hujan deras yang turun di malam hari selalu jadi mimpi buruk bagi keluarga Ana (40). Dari atap genteng yang sudah lapuk, air menetes satu per satu hingga membasahi tikar. Genangan terbentuk di lantai semen yang dingin, membuat mereka harus berpindah tempat tidur agar tidak kebasahan.
Di rumah berdinding bilik berukuran 3 x 6 meter di Kampung Ciamarayah, Desa Walangsari, Kecamatan Kalapanunggal, Kabupaten Sukabumi, Ana tinggal bersama istrinya, Mimin (36), tiga anak, dan ibunya yang sudah renta. Enam jiwa berbagi ruang sempit di satu rumah yang rapuh, berdiri seadanya di atas tanah miring.
Ana bekerja sebagai kuli cangkul. Penghasilannya tidak menentu, rata-rata hanya Rp 120 ribu per minggu. Itu pun sering habis untuk membeli beras dan kebutuhan makan sehari-hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kadang kerja cuma 2 hari, seminggu libur, jangankan untuk memperbaiki rumah, buat makan saja sudah pas-pasan," ujar Ana, Selasa (16/9/2025).
Tidur dalam Cemas
Rumah itu memiliki dua kamar kecil berukuran 2 x 2 meter. Namun, bukannya memberi kenyamanan, kamar justru jadi sumber rasa takut. Atap bilik sudah melengkung ke bawah, seakan bisa ambruk kapan saja.
"Karena tak ada tempat, istri dan anak paling kecil tidur di tengah rumah karena sieun (takut) kamar ambruk. Umi (Ibu Ana) bobo di kamar, Ina (anak Ana) sama anaknya tidur di kamar depan. Saya tidur di dapur," ungkap Ana.
Dapur sendiri sudah nyaris roboh. Letaknya di kemiringan tanah yang rawan longsor. Beberapa kali gempa membuat tanah bergeser, pondasi kayu ikut anjlok, dan bangunan miring.
![]() |
Ana hanya bisa berharap suatu hari ada keajaiban datang untuk keluarganya. Ia mengaku sudah beberapa kali diajukan dalam program rumah tidak layak huni (Rutilahu), tetapi sampai kini belum juga terealisasi.
"Sudah beberapa kali difoto dimintai KK (Kartu Keluarga) terus KTP (Kartu Tanda Penduduk) tapi ya gitu, gak ada kabar lanjutnya," terang Ana.
Respon Pemerintah Desa
Sementara itu saat dikonfirmasi awak media, Kepala Desa Walangsari, Dani Setiawan, membenarkan kondisi itu. Ia menyebutkan bahwa pada 2024, ada sekitar 50 rumah di desanya yang masuk kategori tidak layak huni. Data itu sudah diajukan ke Pemerintah Kabupaten Sukabumi.
"Alhamdulillah pengajuan dari dua tahun ke belakang kita sudah berikhtiar pemerintah desa dan alhamdulillah di tahun ini pemerintah Kabupaten Sukabumi Insyallah akan merealisasikan bantuan rumah tidak layak huni kepada bapak Ana yang berada di Kampung Ciamarayah RT 13/05," terang Dani.
Dani menambahkan, bantuan RTLH memang ada setiap tahun, meski jumlahnya terbatas. Pada 2024, Desa Walangsari hanya mendapatkan dua unit rumah.
"Adapun tahun ini yang kita ajukan ada 48 unit, namun baru wancana yang terealisasi hanya 6 unit," pungkasnya.
Sementara itu, Ana masih bertahan di rumah bilik yang kian renta. Malam-malam hujan tetap ia lalui dengan waspada, memindahkan anak-anak dari kamar ke ruang tengah agar tidak tertimpa atap.
Dalam keterbatasan, ia hanya menyimpan harapan sederhana, rumah yang layak, di mana keluarganya bisa tidur tanpa rasa takut.
(sya/yum)