Cerita Endang, 9 Tahun Mengaspal Demi Dekat dengan Keluarga

Serba-serbi Warga

Cerita Endang, 9 Tahun Mengaspal Demi Dekat dengan Keluarga

Nur Khansa Ranawati - detikJabar
Senin, 01 Sep 2025 07:30 WIB
Endang Saefudin, pengemudi ojek online di Kota Bandung.
Endang Saefudin, pengemudi ojek online di Kota Bandung (Foto: Nur Khansa Ranawati/detikJabar).
Bandung -

Warna hijau di jaket yang melekat pada badan Endang Saefudin (49) tampak telah lama pudar. Pagi hari itu, ia memadukan jaket seragamnya tersebut dengan rompi berwarna senada. Proteksi ganda, agar bisa terlindung dari angin yang menerpa selama bekerja.

Tak heran, Endang adalah seorang pengemudi ojol alias ojek online. Berada di jalanan sejak sebelum matahari terbit hingga tenggelam adalah kesehariannya. Mengendarai motor berpuluh-puluh kilometer merupakan jalannya dalam mencari nafkah untuk keluarga.

Untuk itu, alat tempurnya yang berupa jaket, rompi dan sepeda motor adalah hal yang harus terus dipakai setiap hari. Sayangnya, salah satu dari ketiga alat tersebut kala itu harus diperbaiki. Endang pun mau tidak mau kudu mengambil jeda sejenak dari berkeliling mencari orderan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada-ada ajalah yang rusak motor mah. Sekarang kelistrikannya kena. Ini kan modal untuk kerja, harus langsung dibenerin," ungkap Endang ketika ditemui detikJabar di sebuah bengkel kecil di bilangan Dago, Jumat (31/8/2025).

Ia mengatakan, bukan kali pertama Honda Revo-nya mendadak "ngadat" dan membuatnya harus melipir ke bengkel terdekat. Namun, membeli motor baru juga tidak bisa menjadi opsi.

ADVERTISEMENT

"Kasarnya mau maksain nyicil juga sebenarnya bisa, motor kan untuk usaha. Tapi ya ini juga kan masih berfungsi, harus efisien," jelas Endang.

Selama berbincang, beberapa kali sang empunya bengkel bertanya soal spare-part mana yang akan Endang pilih untuk dipasang ke motornya. "Yang KW aja, yang murah," jawab Endang.

Prinsip irit dan efisien seolah sudah menjadi jalan tengahnya, dan terbukti bisa menghantarkan Endang mampu menghidupi keluarganya hingga mandiri. Alih-alih nongkrong dan makan siang di warung makan, Endang kerap memilih untuk pulang ke rumah dan makan siang santapan yang telah disajikan sang istri.

"Makan mah pulang saja dulu ke rumah, karena narik pun biasanya enggak terlalu jauh. Kalau makan di luar itu minimal keluar Rp15.000. Kalau dipakai belanja, Rp15.000 itu bisa untuk dua kali makan. Jadi pengeluarannya lebih irit kan saya," terangnya.

Selain untuk makan siang, warga Dago Elos tersebut pun mengatakan kerap pulang ke rumah untuk beristirahat dan tidur sejenak sebelum lanjut berkeliling mencari orderan. Efisien dana, hemat tenaga.

Demi Lebih Leluasa dan Dekat Keluarga

Menjadi supir ojek online adalah profesi yang sudah dijalani Endang selama hampir satu dekade terakhir. Ia merupakan salah satu angkatan awal ojol di Kota Bandung. Di tahun 2016, ia memutuskan, untuk memulai karir baru di jalanan kampung halamannya ini setelah sekian lama merantau ke kota orang.

"Dulu saya kerja jadi quality control, tempat olah limbah sabut kelapa buat jadi serat. Saya bagian lapangannya, kerja di Tasik sampai Pangandaran, penah juga di Bogor. Itu kan ribuan ton diekspor, puluhan kontainer," kenangnya.

Pekerjaan tersebut menyita sebagian besar waktunya. Tak jarang, bila ada barang yang harus dikontrol, ia harus segera berangkat meskipun tengah malam.

"Nggak enaknya ya itu, lagi tidur tau-tau ditelepon bos. Kalau sudah begitu ya harus pergi, langsung berangkat. Mending kalau lokasinya di kota, ini kan di hutan, di pesisiran," terangnya.

Hal tersebutlah yang membuat waktunya untuk pulang ke rumah bersama keluarga menjadi tak menentu. Ketika melihat kehadiran ojek online perdana di Kota Bandung, Endang pun seketika tertarik dan mencari tahu lebih lanjut cara untuk bergabung.

"Awalnya lihat di jalan, itu apa sih yang kerja naik motor pada pakai seragam. Kata orang-orang itu ojek online, akhirnya cari informasi. Waktu itu sih gampang banget, saya langsung diterima," jelasnya.

Ia pun mengaku iseng mejalani pekerjaan tersebut, yang, tanpa disadarinya, berakhir menjadi mata pencaharian utama dalam beberapa tahun berikutnya. Salah satu hal yang ia nikmati adalah fleksibilitas waktu dan kesempatan yang lebih besar untuk membersamai keluarga.

"Lama-lama kok enak ya, kita bisa atur waktu sendiri. Saya resign, jadi keterusan sampai sekarang 'ngojol'. Enaknya itu kerja enggak ada yang nyuruh, enggak ada yang memerintah. Capek tinggal istirahat, mau sholat tinggal sholat," jelasnya.

Namun, fleksibilitas waktu tersebut juga berarti pemasukan yang lebih tidak pasti. Uang yang dikantonginya per-bulan benar-benar bergantung dari hal yang dikerjakan di lapangan.

"Saya selalu menarget untuk bisa bawa pulang uang minimal setara UMR dalam sebulan. Minimal itu, kalau bisa harus lebih. Caranya ya kita yang harus pintar atur sendiri. Tapi itu bisa dicapai. tuturnya.

"Sekarang mah ada yang nawarin kerjaan juga saya sudah malas, enak seperti ini," kelakarnya.

Setia Antar Jemput Anak

Keluarga adalah hal yang selalu menjadi prioritas di benak Endang. Menjadi supir ojek online adalah salah satu jalannya untuk bisa lebih sering hadir di tengah-tengah orang tersayang.

Hal tersebut salah satunya tercermin dar kebiasaan Endang dalam mengantar-jemput anak perempuan sulungnya yang kini sudah bekerja di sebuah rumah sakit di Kota Bandung. Sejak anaknya duduk di bangku sekolah, rutinitas tersebut tak pernah luntur.

"Anak perempuan saya itu walaupun sudah besar, inginnya tetap diantar jemput. Dia sempat mau kerja ke Jakarta atau Karawang, tapi saya suruh cari di sini dulu. Buat apa jauh-jauh kalau di Bandung juga ada pekerjaan yang sama. Alhamdulillah enggak lama setelah lulus, langsung bekerja di sini," terang Endang.

Bahkan, rutinitas antar-jemput sang anaklah yang menentukan jadwal Endang untuk beredar mencari orderan setiap harinya. Bila anaknya tengah mendapat shift pagi, berarti sejak pagi buta pulalah Endang harus mulai keluyuran mencai penumpang.

"Setelah cukup dapat beberapa orderan, lanjut pulang ke rumah untuk istirahat. Keluar lagi nanti, sambil menunggu untuk menjemput anak pulang kerja. Paling malam saya narik sampai jam 8 atau jam 9 malam lah," ungkapnya.

Selain si sulung, Endang memiliki seorang anak bungsu yang kini berada di pesantren. Ia mengaku merasa cukup dengan dua orang anak, meksipun sekelilingnya kerap mengatakan bahwa memiliki anak yang banyak itu membahagiakan.

"Banyak teh, yang bilang kalau anak banyak itu nanti tuanya senang, banyak yang urus. Ya mungkin ya, saya juga inginnya begitu. Tapi anak itu kan dari kecil sampai besar harus diurus, bukan cuma makanannya. Tapi pendidikannya, agamanya. Enggak gampang itu," terangnya.

Oleh karenanya, semua kerja keras Endang di jalanan selalu diprioritaskan untuk membesaran kedua anaknya. Termasuk dengan mati-matian menabung demi anak sulungnya bisa mengecap bangku kuliah.

"Uang masuknya waktu itu Rp15 juta, satu semester biayanya Rp5 juta. Kaget kan saya, mahal itu. Tapi ya akhirnya dipaksakan alhamdulillah bisa. Nabung aja sebulan Rp500 ribu, nabung Rp1 juta. Alhamdulillah dulu bayaran pun enggak pernah nunggak," kenangnya.

Jangan Cepat Menyerah

Selepas sang sulung mandiri, Endang tetap tak kehabisan alasan untuk tetap semangat mengais rezeki di jalanan. Sebagai veteran pengemudi ojol ia telah mencicipi asam garam profesi tersebut.

Salah satu kunci yang bisa membuatnya bertahan di tengah kerasnya jalanan adalah rasa sabar dan upaya untuk selalu menikmati keadaan. Meski tak jarang orderan sepi, ia tak pernah memikirkannya berlarut-larut.

"Kalau sepi itu bisa 3 jam diam saja enggak ada order yang masuk. Tapi ya mau bagaimana lagi, dinikmati saja. Pasti ada jalan untuk dapat penumpang lagi," ungkapnya.

"Biasanya driver baru itu banyak yang menyerah waktu orderan sering sepi. Padahal nikmati saja, jalani, sambil terus usaha," tutupnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Geger Penemuan Mayat Terbungkus Kardus di Gresik, Polisi Selidiki"
[Gambas:Video 20detik]
(mso/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads