Pagi itu cahaya matahari masuk lewat jendela kusam musala SDN Cipaku, Desa Ujunggenteng, Kecamatan Ciracap. Suara riuh anak-anak terdengar, bukan untuk beribadah, tapi belajar.
Sebanyak 38 siswa kelas V terpaksa menundukkan tubuh, tengkurap di lantai, menulis di atas buku yang menempel pada keramik berwarna merah-putih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di lantai keramik, siswa berbaris rapat. Sebagian terlihat menahan pegal pada siku, sementara lainnya sesekali menghela napas panjang. Tas-tas warna-warni tersusun tak rapi di pinggir ruangan, menyisakan lorong sempit untuk guru berjalan.
"Kalau duduk lama, pantatnya sakit. Jadi kami belajar sambil tengkurap saja," bisik seorang siswi kepada temannya sambil tetap menatap buku tulisnya.
Pemandangan ini terjadi karena dua ruang kelas SDN Cipaku ambruk sejak dua tahun lalu dan hingga kini belum juga diperbaiki. Atapnya roboh, rangka kayu lapuk, genteng berserakan di lantai. Hanya tersisa dinding kusam dengan cat mengelupas, menjadi saksi betapa lama para siswa dan guru menunggu perhatian pemerintah.
"Memang bangunan itu dibangun 10 tahun yang lalu, tahun 2015. Sekarang tahun 2025 dan 2 tahun kebelakang tidak bisa digunakan lagi, sehingga kami alihkan yang dua kelas itu ke ruang musala dan ruang perpustakaan," ungkap Saleh, Kepala SDN Cipaku, Kamis (28/8/2025).
![]() |
Saleh menghela napas sebentar, lalu bercerita tentang kondisi sekolah yang semakin sulit diatur.
"Alhamdulillah murid kami 400-an, sehingga kami merasa kewalahan mengkondisikan anak-anak kami di kelas. Dengan terpaksa kami mengkondisikan ke musala dan perpustakaan," ujarnya menambahkan.
Pihak sekolah, lanjut Saleh, sudah berulang kali mengajukan permohonan bantuan perbaikan. Namun, hingga kini, belum ada jawaban pasti.
"Kami sudah beberapa kali mengusulkan, mudah-mudahan saja tahun ini kita akan mendapat bantuan, mudah-mudahan saja," tuturnya.
Tidak hanya musala, 32 siswa kelas IV juga harus dipindahkan ke ruang perpustakaan. Namun, ruangan itu jauh dari layak. Lemari buku memenuhi hampir setengah ruangan, membuat siswa berdesakan dengan ruang gerak terbatas. Cahaya matahari nyaris tak masuk, membuat suasana belajar terasa lebih pengap.
Di antara puluhan siswa yang belajar di musala, Anisa Zahra, siswi kelas V, duduk di sudut ruangan. Wajahnya tampak serius saat menulis, tetapi sorot matanya berubah saat ditanya soal harapannya.
"Sebenarnya saya dan teman-teman sangat tidak nyaman belajar di musala, tetapi karena ingin dan untuk belajar kami rela belajar di sini," ungkap Anisa pelan.
Ia menatap teman-temannya sebentar sebelum melanjutkan.
"Harapannya saya dan teman-teman ingin belajar di kelas. Mohon bantuannya kepada pemerintah untuk memperbaiki kelas yang ambruk," tuturnya.
Kerusakan dua ruang kelas ini sudah berlangsung terlalu lama. Setiap musim hujan, para guru khawatir musala akan bocor dan membahayakan siswa. Namun, hingga kini, kepastian perbaikan belum juga datang.
(sya/dir)