Siang itu, Etin (25) tampak gelisah. Berkali-kali ia berjalan mondar-mandir di jalan setapak yang menanjak menuju rumahnya di Kampung Babakan Astana, Desa Loji, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi.
Perempuan muda itu sengaja berdandan rapi, mengenakan gamis sederhana dan hijab. Hari ini, ia mendapat kabar bahwa Bupati Sukabumi, Asep Japar, akan datang melihatnya.
Etin adalah warga yang empat tahun terakhir tinggal di kandang domba, hanya beberapa meter dari rumah ibunya, Ibah (45). Ceritanya menjadi perhatian publik setelah potret kehidupannya yang memprihatinkan tersebar. Dan hari itu, ia menunggu kedatangan sosok yang disebut-sebut bakal membawa perubahan besar dalam hidupnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah menunggu cukup lama, derap langkah rombongan Bupati akhirnya terdengar mendekat. Jalan setapak sempit yang menanjak ke rumah Etin tampak ramai oleh warga yang ikut menyaksikan. Di barisan depan, Asep Japar, pria yang akrab disapa Asjap, menapaki jalur berbatu dengan senyum tersungging.
Tanpa banyak basa-basi, Asjap langsung mengarahkan langkahnya menuju kandang domba tempat Etin tidur selama ini. Bau khas rumput basah bercampur dengan aroma hewan ternak memenuhi udara siang itu. Di tempat sederhana berdinding papan dan bilik bambu seadanya itulah, Etin menghabiskan hari-harinya.
Beberapa menit kemudian, Etin muncul dengan wajah canggung, mengenakan hijab dan didampingi ibunya, Ibah. Rautnya terlihat campuran antara gugup dan lega. Di hadapan pejabat nomor satu di Sukabumi itu, Etin akhirnya bisa menceritakan sendiri kondisi yang selama ini dialaminya.
Percakapan Hangat di Kandang Domba
Suasana cair ketika Asjap, Etin, dan Ibah mulai berbincang. Beberapa kali terdengar tawa ringan, diselingi percakapan dalam bahasa Sunda yang membuat suasana terasa lebih dekat dan hangat.
"Atos henteu didieu, tekengengeun. Barinage bau pak sare didieu teh" ("Sudah tidak di sini, tidak boleh. Lagipula bau, Pak, tidur di sini itu"), ucap Etin lirih sambil tersenyum malu, mengaku tak lagi tidur di kandang domba karena bau dan tidak nyaman.
Mendengar itu, Asjap menanggapinya dengan nada menenangkan. "Ulahnya ulah sare dimana wae nya Etin, bahaya bisi gaduh panyawat. Engkin bapak bangunkeun bumina" ("Jangan tidur di sembarang tempat ya, Etin, berbahaya nanti sakit. Nanti Bapak bangunkan rumahnya"), katanya, mengingatkan Etin agar menjaga kesehatan dan meyakinkannya bahwa pemerintah akan segera membangun rumah yang layak.
Warga yang ikut menyaksikan momen itu tersenyum melihat interaksi sederhana tersebut. Sekilas, keakraban antara Asjap dan Etin membuat suasana kandang domba siang itu terasa berbeda, hangat, penuh harapan.
Dalam kesempatan itu, Asjap juga menyerahkan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) baru milik Etin yang sudah selesai dibuat oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sukabumi.
Dengan senyum lebar, Asjap memberikan langsung dokumen tersebut kepada Etin sambil menyampaikan pesan khusus.
"Ieu KTP Etin, anggo jagaan ulah dugika leungit. Pami teu damang, berobat ka puskesmas atanapi ka rumah sakit gratis. Tapi ulah teu damangnya, kedah ngajaga kasehatan ("Ini KTP Etin, dipakai dan dijaga jangan sampai hilang. Kalau sakit, berobat ke puskesmas atau rumah sakit gratis. Tapi jangan sampai sakit ya, harus jaga kesehatan"), ucap Asjap sambil menyerahkan dokumen kependudukan itu.
Etin menerima dokumen tersebut dengan kedua tangan, terlihat matanya berbinar. Baginya, KTP dan KK bukan sekadar identitas, melainkan kunci untuk mendapatkan akses kesehatan dan bantuan sosial yang selama ini tak pernah ia rasakan.
Selepas pertemuan itu, relawan bersama warga setempat mulai menyiapkan lahan dan mendirikan rumah semi panggung sementara untuk Etin dan ibunya. Prosesnya masih awal, namun semangat gotong royong terlihat jelas di kampung kecil itu.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Sukabumi menjanjikan perbaikan permanen rumah Etin dan Ibah akan dieksekusi mulai awal September 2025. Harapannya, Etin tidak lagi harus tidur di kandang domba dan bisa memulai babak baru hidupnya dengan lebih layak.
(sya/mso)