Sikap Huang Ping yang menolak uang ganti senilai Rp 3,7 miliar sebagai kompensasi pembebasan lahan untuk proyek tol, malah membuatnya pergi dengan tangan hampa.
Proyek jalan tol terus berjalan, menyisakan rumah Huang yang terjepit di tengahnya. Pihak kontraktor pun menyediakan terowongan berbentuk bulat di sisi kiri dan kanan rumah Huang, sebagai akses ke rumah.
Dilansir dari Independent, jalan tol tersebut dibangun sejajar dengan atap rumah. Alhasil rumah Huang Ping tampak seperti masuk ke dalam lubang bila dilihat dari atas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di pinggiran 'lubang' rumah tersebut, terdapat pagar pembatas agar kendaraan dan properti tersebut tetap aman. Selain itu, dibuatkan dinding penahan yang berundak seperti tangga.
Bukannya betah, Huang justru tak tahan suara bising dari deru kendaraan yang lewat. Belum lagi debu yang berterbangan yang membuat rumahnya selalu kotor.
"Jika saya dapat memutar kembali waktu, saya akan menyetujui persyaratan pembongkaran yang mereka tawarkan. Sekarang rasanya seperti saya kalah taruhan besar. Saya sedikit menyesalinya," kata Huang seperti yang dikutip dari Daily Mail pada Sabtu (25/1) lalu.
Akhirnya Pindah gegara Bising
![]() |
Kebisingan secara terus menerus dari truk-truk besar yang lewat membuat mereka terpaksa pindah. Tidak diketahui pasti kapan keluarga itu pindah, tetapi bangunan rumah sudah tampak kosong dan terbengkalai sejak Juli. Kondisi rumahnya terlihat terbengkalai dengan jendela rumah rusak dan tanaman liar tumbuh.
Saat dihubungi media setempat, pemilik mengonfirmasi bahwa keluarganya telah meninggalkan rumahnya. Alasannya karena kebisingan lalu lintas yang tiada henti serta rasa takut.
Mereka lebih memilih untuk menyewa rumah di kota terdekat. Belum diketahui pasti bagaimana nasib rumah itu nantinya. Jika rumah tersebut dihancurkan pun, Huang hanya akan mendapat sebagian kecil dari kompensasi yang dulu ditawarkan kepadanya.
Kisah Ini Mirip dengan 'Rumah Ghibli' Tianming
Proyek penggusuran desa saat itu mencakup lahan sekitar 800 hektare, termasuk teater dan danau buatan. Pemerintah memberikan kompensasi kepada warga yang bersedia pindah. Namun, orang tua Tianming menolak, dan ia bertekad menjaga rumah mereka.
Ketika satu per satu tetangganya pergi, Tianming tidur di rumah selama dua bulan penuh demi mencegah pihak pengembang merobohkannya. Keberuntungan berpihak padanya ketika proyek pembangunan resor mengalami gangguan dan akhirnya dibatalkan enam bulan kemudian.
Kini, Tianming tinggal seorang diri di wilayah tersebut. Namun rumahnya justru menarik perhatian masyarakat luas. Banyak yang datang untuk sekadar berfoto, dan bangunannya pun mendapat julukan "rumah paku"-istilah di China untuk properti yang menolak dibongkar meski sudah ada tawaran ganti rugi.
Pada Agustus 2024, Tianming menerima surat resmi yang meminta pembongkaran bagian atas rumahnya. Pemerintah menyatakan bahwa rumah tersebut ilegal, kecuali struktur lama di lantai dasar. Ia diminta menyelesaikan pembongkaran dalam waktu lima hari.
Tianming mengaku telah menghabiskan puluhan ribu yuan untuk menghadapi proses hukum. Meskipun sempat kalah dalam beberapa tahap sidang awal, ia terus mengajukan banding dan saat ini prosesnya tertunda.
"Saya tidak khawatir. Sekarang tidak ada yang membangun di lahan itu, jadi tidak perlu lagi mereka merobohkannya," ujarnya.