Potret kemiskinan keluarga Ibah di Kampung Babakan Astana, Desa Loji, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, menyisakan kisah yang memilukan.
Dua anak Ibah hidup dalam kondisi serba terbatas: Etin (25) terpaksa tinggal di kandang domba, sementara Dede Rohedi (27) dan istrinya Ajeng (24) bersama dua anak mereka bertahan di rumah reyot yang tak kalah memprihatinkan.
Satu Keluarga, Dua Kisah Nestapa
Diketahui kisah Etin membuat Bupati Sukabumi, Asep Japar, turun tangan. Etin yang disebut mengalami depresi usai bercerai dengan suaminya memilih tinggal di kandang domba di samping rumah keluarganya. Kondisi memprihatinkan ini membuat Bupati Asep Japar menginstruksikan Camat Palabuhanratu, Deni Yudhono, untuk meninjau langsung lokasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, persoalan tak berhenti pada Etin. Saat Deni meninjau lapangan, fakta lain terungkap, rumah Dede Rohedi, anak Ibah yang lain, juga berada dalam kondisi jauh dari kata layak huni.
Pantauan detikJabar di lokasi bagian dalam rumah sangat memprihatinkan. Ruang utama, yang sekaligus menjadi satu-satunya kamar tidur, tampak penuh sesak. Dindingnya terbuat dari bilik bambu usang yang sudah lapuk dan berlubang di beberapa titik, membuat cahaya samar-samar masuk dari celah-celahnya.
Lantai anyaman bambu tipis sebagian sudah rusak dan ditutupi pakaian yang berserakan di hampir seluruh ruangan. Tak ada lemari untuk menyimpan barang, sehingga pakaian, perlengkapan bayi, dan tas sekolah anak-anak ditumpuk begitu saja di sudut-sudut ruangan.
Di salah satu sisi, terlihat keranjang cucian plastik, ember air, serta piring dan peralatan dapur bercampur dengan pakaian, menunjukkan tidak adanya pemisahan fungsi ruang. Ruang ini menjadi serba guna, untuk tidur, menyimpan barang, sekaligus tempat keluarga berkumpul.
Tak jauh dari kamar utama, ada ruangan tambahan dengan kondisi yang lebih memprihatinkan. Bilik bambu di bagian dinding sudah copot, menyisakan celah besar yang membuat bagian dalamnya terbuka langsung ke luar. Dari celah itu terlihat tebing tanah dan semak belukar di samping rumah.
![]() |
Lantainya juga terbuat dari bambu tipis dan penuh barang-barang yang diletakkan tanpa pola, botol bekas, jeriken air, ember plastik, panci, dan pakaian menumpuk. Di salah satu sudut, terlihat lapisan kain tipis sebagai alas tidur, sementara kelambu digantung seadanya untuk melindungi dari serangga.
Beberapa jaring ikan tergantung dari langit-langit, sementara baju-baju basah digantung pada sebatang bambu untuk menutupi celah dinding. Kondisi ini membuat ruangan terasa pengap, lembap, dan rawan terpapar angin serta air hujan.
Tak ada dapur permanen di rumah ini. Dede dan Ajeng hanya mengandalkan tungku perapian sederhana yang terletak di luar rumah, berdampingan dengan dinding bilik. Tungku itu terbuat dari bata bekas dan seng hitam legam, digunakan untuk memasak sehari-hari dengan kayu bakar.
![]() |
Rumah ini juga tidak memiliki kamar mandi. Untuk kebutuhan air bersih, keluarga mengandalkan ember dan jeriken yang diletakkan di sudut halaman. Kondisi ini membuat privasi dan kebersihan keluarga sangat terbatas.
Camat Palabuhanratu, Deni Yudhono, yang ditugaskan langsung oleh Bupati Asep Japar, mengaku prihatin dengan kondisi rumah keluarga Ibah.
"Saya melihat langsung kondisi rumah Kang Dede Rohedi di Desa Loji. Keadaannya memang sangat tidak layak huni, bahkan tak ada kamar mandi dan dapur yang memadai. Ini sangat butuh penanganan lebih lanjut," ujar Deni kepada detikJabar.
Deni menyebut, pihaknya sudah melaporkan kondisi ini kepada Bupati Sukabumi dan mengusulkan agar rumah keluarga Ibah masuk daftar penerima bantuan perbaikan rumah tidak layak huni.
(sya/yum)