Hujan semalam membuat jalanan berbatu menuju Desa Malasari semakin licin. Sepanjang hampir 10 kilometer dari gerbang desa bertuliskan Desa Wisata Malasari, bebatuan besar menonjol, penuh kubangan, membuat siapa pun yang melintas harus waspada agar tidak tergelincir. Namun, justru di jalur yang keras itu, ratusan pesepeda menantang diri dalam Tour de Malasari 2025.
Di tengah hamparan hijau perkebunan teh peninggalan kolonial Belanda dan hutan rimba Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Bupati Bogor Rudy Susmanto berdiri. Dengan suara lantang ia mengingatkan, Malasari bukan sekadar desa wisata, melainkan jejak sejarah Kabupaten Bogor. Pada 17 Agustus 1945, merah putih pertama di wilayah ini dikibarkan di kediaman almarhum Raden Ipik Gandamana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari Malasari untuk Kabupaten Bogor, dari Kabupaten Bogor untuk bangsa Indonesia," ucap Rudy di hadapan masyarakat dan peserta tour.
Bagi Rudy, pembangunan Bogor memang harus berangkat dari desa yang pernah menjadi titik awal simbol kemerdekaan itu.
Ia tidak segan meminta maaf kepada warga karena selama puluhan tahun infrastruktur Malasari tertinggal. Baru belakangan pembangunan jalan mulai digarap, meski jalur licin berbatu masih menjadi tantangan nyata sehari-hari.
Namun, momentum Tour de Malasari dan masuknya event Bogor Run dalam kalender kejuaraan nasional membuat harapan baru tumbuh. Malasari, menurut Rudy, dipandang sebagai 'desa sejuta potensi', mulai dari pesona alamnya hingga kekuatan budaya masyarakatnya.
Tagline Kabupaten Bogor, Kuta Budaya Wangsa yang berarti pusat kebangkitan bangsa, menurut Rudy, menemukan pijakannya di Malasari. "Kita baru mulai bersama, membangun Kabupaten Bogor ke depan yang lebih maju, aman, adil, dan makmur," katanya.
Di desa yang jauh dari pusat kabupaten ini, gema pembangunan memang masih terdengar lirih. Tapi dari Malasari, sejarah, sport tourism, dan janji pembangunan dijahit menjadi satu.
(sud/sud)