Kisah memilukan datang dari Kabupaten Sukabumi. Seorang bocah perempuan bernama Raya (3) meninggal dunia setelah tubuhnya dipenuhi cacing akibat infeksi askariasis.
Di balik kisah medis yang mengejutkan ini, terselip fakta lain, yakni minimnya peran pemerintah dalam membantu keluarga miskin menghadapi kasus darurat kesehatan.
Raya masuk ke IGD RSUD Syamsudin SH pada 13 Juli 2025 dalam kondisi tidak sadarkan diri. Dokter mendapati tanda syok atau kekurangan cairan dan penurunan kesadaran. Tak lama, cacing keluar dari hidungnya, membuat tim medis menduga infeksi cacing gelang sebagai salah satu penyebab.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Raya sempat dirawat intensif di PICU, namun nyawanya tak tertolong. Ia mengembuskan napas terakhir pada 22 Juli 2025 pukul 14.24 WIB.
Di luar sisi medis, persoalan biaya pengobatan menjadi sorotan. Total tagihan perawatan Raya mencapai Rp23 juta. Namun, keluarga yang hidup serba terbatas tak sanggup menanggungnya.
Bantuan justru datang dari Rumah Teduh, sebuah lembaga sosial, yang akhirnya melunasi seluruh biaya. Di sisi lain, rumah sakit pun memberikan keringanan pembiayaan.
"Sejauh yang saya fahami perkembangan kasusnya yang menjadi payung utama itu Rumah Teduh. Kontribusinya paling banyak itu memang hanya Rumah Teduh yang berani menanggungjawabi kasus Raya," ungkap Irfan, Humas sekaligus dokter IGD RSUD Syamsudin, kepada detikJabar, Selasa (19/8/2025).
Irfan menambahkan, kasus seperti Raya seharusnya mendapat perhatian lebih dari pemerintah, mengingat pasien berasal dari keluarga miskin dengan kondisi tempat tinggal sangat sederhana.
"Dari kita billing-nya itu sekitar Rp20-an juta namun sudah dikasih keringanan dari rumah sakit. Memang saya pribadi juga agak mempertanyakan biasanya yang seperti ini intervensi dari pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi tapi untuk kasus ini sayangnya tidak ada," ujarnya.
"Rumahnya panggung, di bawahnya langsung tanah. Lingkungannya memang rawan infeksi. Tapi dari sisi biaya, yang kita lihat hanya lembaga sosial yang bergerak, bukan pemerintah," sambungnya.
Minimnya keterlibatan pemerintah daerah dalam kasus ini menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa keluarga miskin harus mengandalkan bantuan lembaga sosial untuk menghadapi situasi darurat kesehatan yang mengancam nyawa? Apalagi, kasus infeksi cacing bukanlah hal baru di daerah dengan lingkungan kumuh.
Terpisah, Kepala Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Wardi Sutandi menyebut, proses pengobatan Raya memang tidak ditanggung BPJS. Pengajuan sudah dilakukan namun tetap terkendala.
"Betul. Tidak mendapat BPJS, karena kan saat ini pengajuan BPJS sulit banget. Kalau (pihak) desa mah harus ada ini (persyaratan) saya laksanakan. Seketika Kades diminta tolong masyarakat, ada persyaratan yang bisa dikeluarkan desa, ke atasnya mentok," kata Wardi.
Wardi mengungkapkan, Raya hidup di tengah kondisi kedua orang tua memiliki keterbelakangan mental. Sehari-hari Raya diasuh oleh sanak saudaranya.
"Awalnya bapaknya ini tidak mendaftar (BPJS) tidak mengurus, kalau sekarang mah sudah. Kalau sebelum-sebelumnya mah sehat-sehat saja. Kan bidan mendeteksi setiap bulan ditimbang. Setelah itu karena pola hidup, sering main tanah, ada kotoran ayam akhirnya baru ketahuan ada cacing itu waktu dibawa ke bunut (RSUD Syamsudin SH)," tutupnya.
Kematian Raya bukan hanya tragedi medis, tetapi juga potret nyata lemahnya jaring pengaman sosial. Di saat keluarga miskin membutuhkan uluran tangan negara, yang muncul justru lembaga sosial. Sementara pemerintah daerah yang seharusnya hadir, absen memberi peran.
(mso/mso)